”Setneg selama ini berusaha menjadi gerbang penjaga terakhir dengan melakukan pengecekan detail sebelum proses pengesahan,” ujar Hatta.
Menurut dia, hilangnya ayat dalam RUU yang sudah disetujui Rapat Paripurna DPR merupakan persoalan yang sangat mendasar. Ia juga pernah membicarakan masalah tersebut dengan Ketua DPR yang ketika itu masih dijabat Agung Laksono. Kenyataannya, persoalan yang sama masih terulang.
”Perlu ada shock therapy karena satu ayat pun bisa jadi dihasilkan setelah berkeringat berdebat berbulan-bulan,” ujarnya.
Hilangnya Ayat (2) Pasal 113 dalam RUU Kesehatan yang sudah disetujui dalam Rapat Paripurna DPR, 14 September 2009, masih misterius. Pelakunya belum diketahui secara pasti.
Sekjen DPR Nining Indra Saleh ketika dikonfirmasi pers, Selasa, berkeyakinan bahwa kesalahan ini hanya kesalahan teknis semata, bukan karena unsur kesengajaan, terlebih lagi pengaruh suap dari pihak-pihak yang berkepentingan. ”Kan bisa saja salah ketik,” ucapnya.
Dari sisi prosedural, menurut mantan Sekjen DPR Faisal Djamal, yang biasanya melakukan penyisiran kembali naskah RUU yang telah disetujui dalam rapat paripurna adalah sekretariat komisi atau panitia khusus bersangkutan.
Secara terpisah, mantan Ketua Panitia Khusus UU Kesehatan Komisi IX DPR Ribka Tjiptaning membantah adanya usaha sengaja menghilangkan Ayat (2) Pasal 113 tentang tembakau sebagai zat adiktif. ”Hilangnya ayat tersebut karena kesalahan teknis belaka,” ujarnya.
Ribka menjelaskan, dia dipanggil unsur pimpinan DPR, Selasa kemarin, guna mengklarifikasi hilangnya ayat.
”Komisi IX pada akhir jabatan kemrungsung membahas lima undang-undang, sedangkan di sekretariat Komisi IX hanya ada ada 19 orang. UU Kesehatan yang dikirim sekretariat kami ke Sekretariat Negara itu draf lama. Tidak ada kesengajaan. Tidak ada masalah berat,” ujar Ribka.