Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Romli Dihukum Dua Tahun Penjara

Kompas.com - 08/09/2009, 03:30 WIB

Soal pengembangan perkara pada penunjukan PT Sarana Rekatama Dinamika yang melibatkan Yusril Ihza Mahendra dan Hartono Tanoesoedibjo, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Marwan Effendy hanya menyatakan, ”Putusan kami pelajari dulu.”

Seusai sidang, Romli menyatakan, putusan itu tidak adil dan dipaksakan. Ia merasa menjadi korban. Menurut Romli, banyak fakta yang keliru dan tidak bersesuaian yang digunakan hakim sebagai pertimbangan putusan.

”Kejaksaan Agung sudah salah. Yang paling bertanggung jawab harus dimintai tanggung jawab, termasuk semua menteri kehakiman. Yusril, Hartono, Marsilam, Hamid Awaludin,” katanya.

Sisminbakum dilaksanakan PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD) dan dikelola Koperasi Pengayoman Pegawai Departemen Kehakiman (KPPDK). Pemberlakuan Sisminbakum serta penunjukan PT SRD sebagai pelaksana ditetapkan melalui keputusan Menteri Kehakiman yang ditandatangani Yusril Ihza Mahendra.

Majelis hakim tidak mempertimbangkan proses penunjukan PT SRD sebagai pelaksana serta pembagian biaya akses sebesar 90 persen untuk PT SRD dan 4 persen untuk KPPDK.

Majelis hanya mempersoalkan bagian untuk Direktorat Jenderal AHU sebesar 6 persen dari keseluruhan biaya akses Sisminbakum. Saat Romli menjadi Dirjen AHU pada kurun waktu Juli 2001-Februari 2002, biaya akses Sisminbakum yang diterima Ditjen AHU sebesar Rp 1,316 miliar. Majelis berpendapat, uang itu harusnya masuk ke kas negara.

”Uang itu uang negara, bukan untuk dibagi-bagikan. Tetapi, terdakwa memerintahkan untuk membagi-bagi uang itu kepada pegawai di Ditjen AHU,” kata hakim.

Majelis hakim juga berkeyakinan Romli menikmati uang Rp 5 juta dan 2.000 dollar AS. Keyakinan itu berdasarkan keterangan sejumlah saksi yang bersesuaian.

”Terdakwa menyangkal. Menurut majelis, penyangkalan tidak berdasar,” ujar hakim.

Pengacara Romli, Juniver Girsang dan Denny Kailimang, mempersoalkan pertimbangan hakim yang menyatakan bisa menentukan kerugian negara. Padahal, ahli dari pihak Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan tidak menyebutkan kerugian negara. ”Dalam sejarah, baru kali ini hakim bilang bisa menentukan kerugian negara,” kata Juniver. (idr)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com