Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UU Anak Belum Sepenuhnya Lindungi Anak

Kompas.com - 22/07/2009, 17:31 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Menyambut Hari Anak Nasional yang akan diperingati Kamis (23/7) besok masih menyisipkan sejumlah ironi. Bagaimana tidak, UU RI No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak tidak sepenuhnya dapat menjamin hak anak.

Seperti kasus sepuluh bocah penyemir sepatu yang tertangkap polisi dan diadili karena berjudi di bandara, persetubuhan anak di bawah umur, penahanan ijazah karena menunggak SPP, dan intransparansi manajemen sekolah yang menyesatkan merupakan empat dari sekian banyak kasus yang masih menjadi 'bumbu' sehari-hari.

Gelar perkara diadakan LBH Masyarakat dalam rangka memperingati hari anak, "Gelar perkara yang kami lakukan merupakan pertanggungjawaban terhadap publik terhadap apa yang kami dapatkan di lapangan," kata Ricky Gunawan, Direktur Program Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat.

Terkait dengan perampasan hak anak tersebut, Dhodo A Sastro, Direktur Pemberdayaan Hukum Masyarakat dan Penanganan Kasus, mengungkapkan, "Penyebab utama dari tiadanya perlindungan anak dalam upaya mencari keadilan adalah ketiadaan empati dari aktor yang terlibat dalam pencarian keadilan," kata Dhodo.

Aparat yang harusnya menjadi pelaksana UU menerapkan kewenangannya tanpa memandang aspek sosiologis dan tidak mengedepankan keadilan. Hasilnya, selain tidak memberikan perlindungan kepada anak, justru mengakibatkan keadilan bagi anak semakin jauh untuk diraih.

"Kasus 10 bocah bandara menjadi contoh, bagaimana polisi menerapkan kewenangannya yang dimiliki tanpa memiliki belas kasihan. Hati polisi betul-betul dingin ketika mereka menangkap dan menahan anak-anak ini," kata Dhodo di Kantor Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat, Rabu (22/7).

Pasal 16 UU RI No 23 Tahun 2002 mengenai perlindungan anak yang dinilai dapat 'menjaga' anak-anak tidak serta-merta dapat menjamin keberadaan anak-anak di mata hukum. "Hak UU anak terbatas. Tidak ada UU yang menjamin anak-anak mendapatkan keadilan. Ternyata untuk mencapai keadilan itu sangat sulit," papar Dhodo.

Seperti diberitakan, pada Rabu (15/7), Pengadilan Negeri Tangerang menyidang 10 anak yang diduga melakukan tindak pidana perjudian. Diakui Dhodo, aktivitas itu dianggap polisi sebagai judi karena ada unsur uang di dalamnya. Padahal, secara psikologis permainan diartikan ketika anak-anak menikmati proses bukan hasil.

"Sangat tidak tepat apa yang dilakukan polisi. Tidak punya hati nurani. Bentuk permainan biasanya menyerupai kasus asli. Kalau perang, ya, dimainkan secara perang-perangan," ungkap Dhodo.

Dhodo juga menginginkan keadilan kesepuluh bocah yang telah melewati proses penahanan sejak 29 Mei hingga 29 Juni ini. Bukan sekadar tidak ditahan, tetapi dibebaskan serta revitalisasi diri dari pihak kepolisian. "Polisi hanya memandang kasus ini dari sisi subtansi dengan mendapatkan daftar tangkapan yang banyak," kata Dhodo.

Namun, juga menilik dari orangtua mereka yang memikirkan uang transportasi setiap kali datang ke pengadilan. Belum lagi trauma yang dihadapi anak-anak, yang membuat mereka tidak berani beraktivitas seperti sedia kala.

Dengan diangkatnya kasus-kasus ini ke hadapan publik, Dhodo juga berharap dapat memberdayakan masyarakat, "Pemberdayaan masyarakat dapat membantu upaya perlindungan anak. Memberdayakan masyarakat supaya bisa mengadvokasi dirinya sendiri,'' lanjut Dhodo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com