Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Capres, Saudagar, dan Pasar

Kompas.com - 06/06/2009, 05:47 WIB
KOMPAS.com - Semua calon presiden dan calon wakil presiden mengunjungi pasar tradisional. Riuh dan hiruk-pikuk. Ada yang mendadak peduli, padahal selama ini tak pernah terlihat nongol di pasar tradisional pengap dengan pengunjung yang berdesak-desakan itu.

Pasar pun tiba-tiba berubah seperti lokasi pengambilan gambar sinetron, lengkap dengan sutradara, penyusun skenario, dan bintangnya harus berlaku bagaimana, mengatakan apa, memegang apa, dan berpakaian apa supaya semuanya terkesan alamiah, tidak canggung. Ada sorotan kamera video, diliput wartawan media cetak dan stasiun televisi. Pencitraan.

Pedagang pun gembira, setidaknya dapat menonton sinetron sambil jualan. Ah, ini kampanye.

Selepas kampanye, masa yang memang digunakan untuk cari muka, pe-de-ka-te kepada rakyat, belum tentu mereka datang lagi ke pasar. Harapan pedagang pun tentunya digantungkan setinggi langit agar nasib mereka diperhatikan secara berkelanjutan setelah presiden bertakhta di kursinya di istana. Jangan baru datang lagi saat Pilpres 2014.

Tentu saja tak kalah banyak yang cuma tertawa geli. Hatinya tergelitik kelakuan calon pemimpin negara itu. Mereka tahulah siapa yang bersinetron, memerankan figur yang seolah-olah peduli pedagang pasar tradisional, dan siapa pula yang tulus. Pedagang tahulah siapa yang sesungguhnya memperjuangkan mereka. Belum lama, masih hangat dalam ingatan, pedagang pasar berdemo memperjuangkan nasibnya dari ancaman ketergusuran dari Pasar Blok M, Pasar Tanah Abang, Pasar Kodja, dan sejumlah pasar lain di seluruh Nusantara. Siapa peduli?

Sekiranya ada lembaga survei yang melakukan penelitian kecil dan sederhana, paling tidak melakukan penelusuran berita-berita media cetak pada awal tahun 1990-an, pasti akan ditemukan siapa sih capres yang telah berbicara keras dan memperjuangkan nasib pedagang pasar tradisional saat itu.

Pedagang juga tahu betul siapa yang mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 112 Tahun 2007. Menurut Federasi Organisasi Pedagang Pasar Indonesia (FOPPI), aturan itu secara struktural melemahkan pedagang pasar tradisional. Mandat terlalu besar kepada pemerintah daerah (pemda). Atas nama pendapatan asli daerah, pemda menggenjot peritel besar dan terjadi penyelewengan kekuasaan. Jarak peritel besar dan kecil/tradisional diabaikan. Tidak ada batasan kepemilikan peritel besar sehingga mereka bablas sampai ke pelosok lewat jaringan minimarket.

Tidak berhenti sampai di situ. Alokasi kekayaan dan distribusi barang dan jasa dari pedagang tradisional ke kelompok bisnis besar berlangsung tanpa rem. Peremajaan pasar menjadi proyek pemda yang mengabaikan kebutuhan pedagang.

Masih menurut FOPPI, penelitian di Amerika Latin oleh Thomas Reardon dan Julio A Berdegue, serta penelitian di Afrika dan Asia oleh Tomas Reardon dkk, berkesimpulan, ada dampak negatif dari kehadiran supermarket dan hipermarket terhadap pedagang ritel tradisional. Pedagang banyak yang bangkrut, khususnya yang menjual barang serupa dengan di supermarket.

Tidak usah pakai lembaga survei canggih-canggih, apalagi kalau cuma menyurvei sesuai dengan pesanan kepentingan pemesan. FOPPI menyebutkan tiga dampak nyata eksistensi supermarket, yakni keuntungan, omzet, dan jumlah pegawai. Semakin jauh jarak pasar tradisional dari supermarket, kian besar kemampuan pedagang mempekerjakan banyak pegawai karena omzet dan keuntungannya lebih tinggi dibandingkan pasar tradisional yang dekat supermarket.

Merajalelanya supermarket dan hipermarket memang memudahkan masyarakat mendapatkan kebutuhan. Tetapi, di sisi lain, pedagang pasar, saudagar kecil pilar ekonomi bangsa itu, kian terdesak, ditekan modal kuat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com