Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hercules dan Masa Depan TNI AU

Kompas.com - 22/05/2009, 06:45 WIB

Oleh NINOK LEKSONO


KOMPAS.com - Musibah yang dialami Hercules TNI Angkatan Udara, Rabu (20/5), termasuk ironi. Sebenarnya kita bisa berharap tidak perlu terjadi kecelakaan pada pesawat yang dijagokan sebagai pesawat yang bisa diandalkan ini.

AU Inggris (RAF)—seperti dikutip situs Aviation Safety Network—membuat rekam jejak pesawat ini dan menemukan bahwa terjadi satu kecelakaan setiap 250.000 jam terbang selama 40 tahun terakhir, membuat C-130 ada di belakang Vickers VC-10 dan Lockheed Tristar yang tidak pernah mengalami kecelakaan terbang.

Sejarah Hercules selama berdinas di TNI AU sendiri juga diwarnai dua nuansa. Di satu sisi, riwayatnya mengundang kagum dan rasa hormat. Di sisi lain, ia juga diliputi oleh kecelakaan dramatis.

Tidak sedikit bencana alam tidak saja di Tanah Air, tapi juga di kawasan Asia, yang lewat tanpa didatangi oleh Hercules TNI AU dengan bantuan kemanusiaannya. Awal tahun ini saja, tepatnya 5 Januari, Hercules yang naas di Magetan (A-1325) terbang ke Manokwari untuk mengirim bantuan kemanusiaan bagi korban gempa, dengan di dalamnya ada sejumlah menteri.

Rombongan ke Manokwari juga diiringi Hercules lain (A-1320), dipiloti oleh Mayor Danu, yang mengangkut bantuan seberat 14 ton. Hercules juga mengirim bantuan untuk korban bencana badai di Filipina (2006) dan di Myanmar (2008).

Riwayat C-130 yang kini berdinas di Skuadron 31 Halim Perdanakusuma dan Skuadron 32 di Lanud Abdulrachman Saleh ini juga menggugah. Dikisahkan dalam buku Hercules Sang Penjelajah (Skuadron 31, 2003) dan 50 Tahun Hercules susunan T Tarigan Sibero (Dispen AU, 2004) bahwa Hercules bisa hadir di sini setelah Presiden Soekarno ketika melawat ke Amerika Serikat mendapat tawaran dari Presiden John Kennedy yang ingin berterima kasih setelah Pemerintah RI membebaskan pilot CIA, Allan L Pope, yang ditembak jatuh oleh Kapten Dewanto selama pemberontakan Permesta.

Berdasarkan masukan dari Menteri/Panglima AU Suryadarma, Presiden Soekarno pun membalas tawaran Kennedy dengan pancingan. ”Sebetulnya saya sedang butuh pesawat angkut berat untuk memperkuat Angkatan Udara. Saya pernah mendengar tentang pesawat Hercules, seperti apa ya bentuknya?”

Kennedy pun lalu membawa Soekarno ke pabrik Lockheed di Burbank, California, dan diizinkan untuk membeli 10 pesawat Hercules tipe B, terdiri dari 8 kargo dan 2 tanker.

Musibah

Tak lama setelah tiba di Indonesia, misi pertama Hercules adalah operasi pembebasan Irian Barat. Dua C-130B terbang ke Irian pada 19 Mei 1962. Setelah itu, dalam pengabdiannya di TNI AU, sejumlah Hercules mengalami musibah.

Yang pertama adalah hilangnya Hercules C-130B dengan nomor registrasi T-1307 pada misi Dwikora 1 September 1964. Lalu, 16 September 1965 T-1306 tertembak oleh pasukan darat sendiri di Long Bawang.

Masih ada kecelakaan yang melibatkan Hercules Patroli Maritim A-1322 di Sibayak pada 21 November 1985. Tetapi, yang amat menggetarkan adalah musibah yang terjadi seusai HUT TNI 5 Oktober 1991. Pesawat yang akan terbang mengangkut kembali 121 anggota Pasukan Khas TNI AU ke Bandung itu jatuh di Condet, Jakarta Timur.

Populasi Hercules TNI AU menyusut lagi dengan jatuhnya A-1325 di Magetan. Dalam edisi 2008 The Military Balance IISS disebutkan bahwa komposisi Hercules di TNI AU mencakup 8 unit C-130B, 2 unit KC-130B, 4 unit C-130H, dan 6 unit C-130H-30 sehingga total ada 20 sebelum musibah Magetan.

TNI AU juga telah mengupayakan peremajaan Hercules. Seperti diberitakan situs Defence World (27/22/2008), Singapore Technology Engineering melalui anak perusahaannya, ST Aerospace, telah dipercaya untuk memudakan empat Hercules C-130B TNI AU dengan kontrak senilai 51 juta dollar AS. Dengan program ini, tipe B  diupayakan menjadi tipe H.

Semua upaya itu tentunya dimaksudkan untuk membuat komponen transpor TNI AU semakin tangguh. Tetapi, program retrofit atau peremajaan ini semestinya juga disertai dengan program pengurangan kecelakaan. Ini pula sebenarnya yang menjadi program KSAU demi KSAU.

Demikian terobsesinya TNI AU dengan upaya pengurangan kecelakaan sehingga TNI AU juga mencanangkan Peta Jalan menuju Kecelakaan Nol (Road Map to Zero Accident). Sayang bahwa kecelakaan bukannya makin surut, tetapi justru makin bertambah.

Komitmen politik

Pada masa Orde Baru, mendiang Presiden Soeharto yang memimpin Indonesia selepas era konfrontasi amat menenggang perasaan negara-negara tetangga, khususnya Malaysia dan Singapura, yang terkena dampak langsung politik konfrontasi. Karena itu pula anggaran pertahanan Indonesia relatif kecil, di bawah 5 persen produk domestik bruto.

Kini zaman telah berubah. Sejumlah perkembangan di kawasan seperti dialami sendiri oleh Indonesia sehubungan dengan isu Ambalat menuntut Indonesia untuk lebih realistis dalam merespons isu keamanan.

Sayang bahwa perekonomian Indonesia sejak krisis 1997 tak kunjung pulih meyakinkan. Pada sisi lain, rupiah yang telah susut nilainya hanya bisa melihat harga-harga alutsista yang bernilai puluhan, bahkan ratusan juta dollar, atau dalam rupiah menjadi ratusan miliar bahkan triliunan. Padahal, kebutuhan lain terutama di bidang pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial masih mendesak.

Meski demikian, tetap harus ada komitmen politik dari pimpinan nasional terhadap pertahanan. Tanpa komitmen kuat pula, TNI AU dan angkatan lain, akan beroperasi tidak optimal karena menerbangkan pesawat pun dibutuhkan persyaratan minimal guna membuat penerbang bisa melaksanakan tugas-tugasnya dengan profesionalitas penuh dan hati mantap karena diliputi perasaan sejahtera.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com