Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Nasrudin, Diduga AA Dijebak

Kompas.com - 02/05/2009, 23:19 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com -  Komisi untuk Orang Hilang dan korban Tindak Kekerasan (Kontras), Sabtu (2/5), mengungkapkan kronologi kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran atau PRB (bukan Rajawali Putra Banjaran seperti ditulis sebelumnya), Nasrudin Zulkarnaen. Bagian yang menarik adalah, ada dugaan, AA dijebak oleh korban hingga terseret kasus ini.

PRB adalah anak perusahaan PT Mitra Rajawali Banjaran (MRB), sedang MRB adalah anak perusahaan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI). Jadi, PRB bukan anak perusahaan PT RNI, melainkan cucu perusahaan PT RNI.

Edwin Partogi dari Divisi Advokasi Politik, Hukum dan Keamanan Kontras, mengungkapkan, awalnya, korban minta bantuan keuangan kepada sehubungan dengan sebuah proyek pertambangan milik korban di Makassar. Tetapi, ditolak AA.

Meski demikian, hubungan baik antara korban dengan AA tetap terjalin, terutama di lapangan golf. Di sana, korban memperkenalkan AA kepada seorang cady bernama RJ (22). Hubungan diantara mereka kian akrab.

Korban yang sebelumnya diduga merekam adegan AA dan RJ mengancam akan menyebarluaskan rekaman, bila AA tidak membantu pendanaan proyek pertambangan milik korban di Makassar, kata Edwin.

Karena khawatir, lanjutnya, AA meminta pemilik tunggal sebuah perusahaan media massa, SH (maksudnya Sigit Haryo, Komisaris Utama PT Pers Indonesia Merdeka), "membereskan" Nasrudin. SH lalu menemui seorang perwira menengah mantan kepala Polres Metro Jakarta Selatan yang kemudian merancang dan melakukan pembunuhan terhadap Nasrudin.
 
SH lalu menyerahkan uang Rp 2 miliar kepada si perwira. Selanjutnya perwira tersebut menyuruh sejumlah pria membunuh Nasrudin. Para pelaku dijanjikan akan diberi uang Rp 500 juta. Sebagai uang tanda jadi, si perwira memberi uang kepada mereka sebesar Rp 250 juta.

Pembunuhan pun dilakukan. Nasrudin dibunuh seusai bermain golf di kawasan Lapangan Golf Modernland. Ia dibunuh saat duduk di kursi kiri belakang mobil BMW abu-abu, dekat Danau Modernland, Tangerang, Sabtu (14/3) pukul 14.00. Ia tewas hari Minggu dan dimakamkan di kampong halamannya di Makassar, Senin (16/4).

Edwin mengatakan, apa yang ia sampaikan adalah hasil temuan sementara penyelidikan polisi, informasi dari keluarga korban, serta informasi dari sejumlah pihak terkait lainnya. "Seluruh informasi yang kami peroleh, kemudian kami periksa silang dengan informasi lain dan kenyataan di lapangan. Meski demikian, apa yang kami paparkan hanya untuk menunjukkan tentang gambaran pokok kasus ini," ucapnya.

Keluarga Nasrudin resmi menunjuk Kontras sebagai kuasa hukum sejak Sabtu (4/4). Kontras diminta memonitor kinerja polisi dan menyampaikan informasi selengkapnya mengenai kasus ini hingga kasus selesai di meja hijau. Selain keluarga korban, saat itu hadir pula di kantor Kontras, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Mochamad Iriawan, dan sejumlah penyidik.

Edwin mengakui, kasus pembunuhan Nasrudin yang ditangani polisi sudah sesuai harapan. "Oleh karena itu Kontras berharap agar kasus ini tidak dimanfaatkan bagi kepentingan politik elektoral atau upaya pembusukan terhadap KPK," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com