JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat politik senior dari LIPI Ikrar Nusa Bakti menilai, ancaman Partai Keadilan Sejahtera untuk menarik diri dari koalisi jika SBY kembali mengusung Jusuf Kalla sebagai calon wakil presidennya sebagai hal yang wajar.
"PKS kan juga punya keinginan untuk memajukan kadernya," kata Ikrar seusai berbicara dalam seminar sehari Tantangan Kebijakan Pengelolaan Wilayah Maritim di Indonesia oleh Institute for Defense Security and Peace Studies (IDSPS), Selasa (14/4).
Akan tetapi, menurut Ikrar, jika mempertimbangkan hitung-hitungan perolehan kursi di legislatif, koalisi dengan Partai Golkar tetap jauh lebih menguntungkan bagi Partai Demokrat ketimbang dengan PKS. Perolehan kursi di DPR Partai Golkar dipastikan masih jauh lebih besar.
"Ancaman PKS tidak terlalu mengkhawatirkan, apalagi, dalam berkoalisi, Yudhoyono pasti akan berhati-hati, terutama agar jangan sampai citra nasionalis-pluralis dari Partai Demokrat malah terselubungi citra keislaman PKS," ujar Ikrar.
Golkar bisa pecah
Risiko lain dipaparkan Ikrar jika Kalla tetap akan maju sebagai cawapresnya SBY. Jika itu terjadi, kata Ikrar, Partai Golkar dikhawatirkan akan terpecah. Sebab, sebagian anggota Partai Golkar akan menilai Kalla tidak konsisten dan tidak bersikap ksatria dengan ucapan sebelumnya, yang beberapa waktu lalu, menjelang pemilu legislatif, telah mendeklarasikan diri untuk maju berkompetisi sebagai calon presiden.
"Sebagai orang Sulawesi Selatan, pastinya Kalla yang masih memegang kuat adat istiadat suku Bugis mau tidak mau harus mundur dari Ketua Umum Partai Golkar sekaligus tidak akan maju lagi sebagai calon wakil presiden, berpasangan dengan calon presiden Yudhoyono dari Partai Demokrat," ujar Ikrar.
Belum lagi hasil perolehan pemilu legislatif 2009 juga menunjukkan kegagalan Kalla menjadikan Partai Golkar sebagai pemenang dengan perolehan suara besar. Selain itu, di antara Kalla dan Partai Demokrat sempat terjadi ketegangan.
Menurut Ikrar, dirinya melihat Yudhoyono dengan Partai Demokrat masih ingin berkoalisi dengan Partai Golkar. Namun, soal apakah hal itu berarti mempertahankan duet Yudhoyono-Kalla, Ikrar mengaku tidak terlalu yakin. Bisa dipastikan, Yudhoyono dan Partai Demokrat tidak lagi menginginkan koalisi dengan Partai Golkar kembali diwakili oleh Kalla.
Apalagi, pada akhir tahun ini, masa kepemimpinan Kalla di Partai Golkar juga akan habis. Ada kemungkinan dalam Musyawarah Nasional Partai Golkar, sekitar Desember mendatang, Kalla tidak lagi memimpin. "Jika hal itu terjadi kan akan menyulitkan bagi Yudhoyono. Tambah lagi kan masih ada Akbar Tandjung, yang juga mantan Ketua Umum Partai Golkar dan punya reputasi dan citra yang jauh lebih baik di mata para kader partai itu dengan berhasil membawa Partai Golkar sukses dalam Pemilu 2004," ujar Ikrar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.