JAKARTA, KOMPAS -
Sejauh ini partai-partai politik yang berpotensi menjadi ”oposisi” di Dewan Perwakilan Rakyat mulai merapatkan barisan, yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
Sementara Partai Golkar dan sejumlah partai menengah, seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), melakukan pendekatan kepada partai ”pemenang”, yaitu Partai Demokrat.
Partai Golkar yang sebelumnya menggebu-gebu mencalonkan Jusuf Kalla sebagai presiden mengubah strategi politiknya setelah perolehan suara pada pemilu legislatif anjlok.
Dari pertemuan informal DPP Partai Golkar dengan Ketua Umum Partai Golkar, akhir pekan ini, berkembang tiga opsi.
”Opsi pertama, sampai hari ini Golkar masih terbuka untuk terus melanjutkan duet SBY-JK. Namun, ini semua sangat tergantung dari hasil komunikasi politik di antara Partai Golkar dan Partai Demokrat,” ucap Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso.
Opsi kedua, Partai Golkar membangun komunikasi politik dengan PDI-P.
Opsi ketiga, membangun koalisi dengan partai-partai menengah, seperti PKS, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan juga Partai Hanura atau Partai Gerindra. ”Dengan PDI-P belum bisa dipastikan apakah Megawati-JK atau JK-Mega. Tapi, kalau dengan partai-partai menengah, JK dalam posisi presiden,” jelasnya.
Pada hari Minggu (12/4) muncul informasi bahwa Yudhoyono akan bertemu Kalla, tetapi hal ini dibantah juru bicara kedua pihak. Pertemuan keduanya kemungkinan baru akan berlangsung setelah jajaran Golkar memiliki satu sikap tentang opsi mengenai berlanjutnya duet Yudhoyono-Kalla.
Minggu malam, Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng mengatakan, Kalla dan Yudhoyono sudah berkomunikasi melalui telepon tentang rencana melanjutkan koalisi di pemerintahan dan di parlemen.