JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Agung (MA) akan disomasi oleh Indonesian Corruption Watch (ICW) bila dalam waktu 1 minggu tak membatalkan Surat Keputusan (SK) pengangkatan 9 Hakim Tipikor tertanggal 18 Maret 2009 lalu.
Proses pengangkatan 9 hakim Tipikor tersebut dinilai cacat hukum karena tak sesuai dengan ketentuan pasal 56 ayat 4 UU No 30/2002 tentang KPK. Menurut ICW, dalam ketentuan tersebut, seharusnya proses seleksi hakim tipikor diumumkan di media massa sehingga mendapat masukan dan tanggapan masyarakat terhadap calon yang diajukan, tetapi proses itu tak dilakukan MA.
"Kita akan somasi Ketua MA karena seperti ketentuan dalam KUHAP, bila ada aparat pemerintah yang melalaikan kewajiban seperti yang diatur dalam UU maka bisa diperkarakan," kata Koordinator Bidang Hukum ICW Emerson Juntho di kantornya, Minggu (12/4).
Emerson menggarisbawahi alasan promosi yang diajukan MA terhadap enam hakim karir Tipikor yang dipindah ke daerah lain itu perlu dipertanyakan. "Kebutuhan hakim tipikor kan masih kurang, logikanya kok malah dimutasi, seharusnya ditambahi. Apalagi enam hakim karir itu dimutasi ke daerah-daerah, batas antara promosi dan 'dibuang' itu kan tipis dalam konteks ini," katanya.
Sembilan hakim yang ditunjuk MA itu antara lain Tjokorda Rai Suamba, Reno Listowo, FX Jiwo Santoso, Herdi Agusten, Syarifuddin Umar, Jupriyadi, Subachran, Nani Indrawati dan Panusunan Harahap. Mereka menggantikan 9 Hakim Tipikor yang dipindah dengan alasan promosi. Di antaranya Gusrizal (dipromosikan menjadi Ketua PN Bogor), Kresna Menon (Ketua PN Bandung), Sutiono (Wakil Ketua PN Sumedang), Teguh Haryanto (Wakil Ketua PN Tulungagung), Moefri (Wakil Ketua PN Sampit), Martini Mardja (Wakil Ketua PN Kayuagung).
Sembilan hakim pengganti tersebut enam di antaranya pernah membebaskan terdakwa kasus korupsi. "Kasus korupsi itu pelakunya dibebaskan bila memang alasannya cukup kuat untuk dibebaskan, ketidakpahaman hakim untuk menjerat terdakwa dengan pasal-pasal kasus korupsi atau memang ada mafia peradilan," katanya.
Ditegaskan Emerson, pengangkatan yang terkesan mendadak dan tak memenuhi prinsip transparan dan partisipatif ini bisa menjadi pemandulan dalam pemberantasan korupsi. "Kalau SK pengangkatan mereka tak dicabut Ketua MA maka ada dugaan MA memang mandul dalam pemberantasan korupsi, ditambah belum selesainya RUU Tipikor dan mekanisme pengangkatan internal seperti ini," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.