Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kearifan Lokal Masyarakat Dusun Tutup Ngisor

Kompas.com - 09/02/2009, 13:20 WIB

Ritual

Lewat pola pikir dan sikap yang memercayai keberadaan pepunden yang kemudian terwujud dalam ritual-ritualnya, secara tidak langsung mereka telah melakukan usaha konservasi alam lewat caranya sendiri. Pemberian sesajen, pen-sakral-an tempat (mata air, pohon, dan lain- lain) merupakan sebuah bentuk pemeliharaan kualitas sumber daya alam yang mereka punya.

Masyarakat ini mampu menafsirkan alam dengan cara yang paling sederhana namun juga jenial. Mereka mengambil tanda dari lingkungan yang menghidupinya dan menurunkannya dalam teknologi dan pengetahuan lokal. Teknologi tersebut berkaitan dengan persoalan value, religi, dan kehidupan sosial (Maksum, 2001).

Masyarakat Tutup Ngisor sendiri tidak mengerti dan tidak mampu menguraikan seni dan kesenian. Itu tidak penting bagi mereka. Yang lebih penting ialah mereka terlibat dan memperlakukan kesenian dengan sungguh-sungguh dan ikhlas, sama intensnya ketika mereka terlibat dalam kehidupan keseharian. "Rasa" menjadi patokan dalam pementasan tiap kesenian di sana. Magnis Suseno (1985) menyebut bahwa dari "rasa" yang tepat dengan sendirinya mengalirlah "sikap yang tepat terhadap hidup, terhadap masyarakat, dan terhadap kewajiban-kewajiban sendiri". Lebih lanjut, Umar Kayam (2000) menyebut bahwa daya tarik pertunjukan rakyat terdapat pada kemampuannya sebagai pembangun dan pemelihara solidaritas kelompok. Prinsip kebersamaan yang mereka tanamkan sejak dahulu membuat mereka saling berbagi beban dan memikul bersama kesulitan yang dihadapi.

Oleh karenanya, tidak ada eksklusivitas di Tutup Ngisor. Sebagai masyarakat terbuka, daya adaptif mereka luar biasa. Mereka meneguhkan pengertian perubahan dalam konteks kebudayaan, yakni membiarkan terjadinya aksioma, simbiose, dan dialektika, menuju pada sintesa-sintesa kebudayaan itu sendiri. Jika banyak warna muncul di Tutup Ngisor, hal itu karena kesadaran pergaulan mereka. Mereka tidak hanya sadar untuk diambil, tetapi juga untuk mengambil. Dinamika ini yang membuat kesenian di wilayah ini bukan menjadi sesuatu yang menegangkan.

Inilah kearifan masyarakat. Psikologi sosial mengartikan kearifan sebagai pengetahuan diri, menggali makna dan hubungan secara lebih luas, memiliki perspektif luas, mengambil perspektif orang lain dalam pertimbangannya, mempunyai pandangan akurat mengenai kelebihan dan kekurangan dirinya (termasuk batas-batas apa yang dapat dilakukan), serta melihat dengan hati terhadap persoalan- persoalan penting (Leary, 2005).

Maka, jika saat ini kita masih mendapati disintegrasi yang berujung pada anarkisme perang, kita bisa belajar dari komunitas Dusun Tutup Ngisor. Di tengah masyarakat yang telah bergeser orientasi nilai-nilai hidupnya, yang lebih mementingkan materi daripada spiritualitas, yang individualis daripada komunal, kesenian masih mempunyai peranan.

Seni yang menjadi ekspresi hidup menunjuk pada sebuah simbolisme kebijakan nilai-nilai kehidupan yang lebih baik. Seni tidak lagi hanya berguna untuk pengungkapan estetis kesenian itu sendiri, tetapi sudah multidisiplin, menembus sekat ilmu teknologi dan sangat terbuka pada sebuah pemahaman baru. Yang terpenting adalah sebuah sintesa kebijaksanaan yang timbul darinya.

Catur Fredi Wiyogo Sivitas Akademika Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Surakarta

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com