Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gedung Sate, Sejarah dan Wisata

Kompas.com - 20/12/2008, 15:04 WIB

Oleh Rini Kustiasih

Suasana kolonial yang kental segera merasuki pikiran ketika melangkahkan kaki memasuki Gedung Sate di Jalan Diponegoro, Kota Bandung. Gedung megah karya arsitek Belanda J Berger itu pun membawa serta kengerian tentang kisah ribuan penduduk yang bekerja membangun gedung itu selama empat tahun sejak 1920.

Nama asli gedung yang direncanakan sebagai pusat pemerintahan kolonial Belanda itu ialah Gouvernements Bedrijven. Masyarakat awam di Bandung kemudian lebih senang menyebutnya sebagai Gedung Sate. Sebab, terdapat enam tusuk bulatan menyerupai sate di puncak menara gedung. Enam bulatan itu sesungguhnya menyimbolkan besarnya biaya pembuatan gedung, yakni enam juta gulden.

Pascakemerdekaan, Gedung Sate menjadi arena pertempuran antara pasukan Gurkha yang disewa Belanda dan pemuda Departemen Pekerjaan Umum (PU). Tujuh pemuda tewas dalam pertempuran pada 3 Desember 1945 itu. Nama mereka dipahat pada tugu batu yang kini diletakkan di halaman Gedung Sate.

Setelah sempat menjadi gudang arsip Departemen PU, Gedung Sate kemudian dijadikan pusat pemerintahan Provinsi Jawa Barat pada 1980. Beberapa perbaikan kecil terhadap Gedung Sate dilakukan semasa pemerintahan Gubernur Yogi S Memet (1985-1993). Bangunan induk Gedung Sate yang berada di kawasan seluas 27,9 hektar tersebut masih kokoh berdiri.

Ornamen di dalam gedung sebagian besar masih asli. Pilar-pilar gaya Romawi yang dicat putih bersih tampak gagah. Begitu juga dengan ornamen bergambar palu, terompet, dan roda di jendela-jendela gedung. Ornamen itu menyimbolkan peran komunikasi, transportasi, dan pembangunan. Dulu, Gedung Sate juga sempat menjadi kantor pos dan telekomunikasi serta Departemen PU Belanda.

Kayu 90 tahun

Anak tangga berjumlah 61 buah yang menghubungkan lantai satu dengan lantai empat terbuat dari kayu jati yang tak lapuk meski sudah berusia hampir 90 tahun. Untuk menuju bagian puncak gedung, pengunjung akan melewati ruang pamer yang dulunya adalah gudang. Ruangan itu dalam keadaan gelap dan tanpa penjaga.

Keelokan Gedung Sate menawan hati wisatawan dalam negeri dan luar negeri. Wisatawan gemar mematut diri untuk dipotret dengan latar belakang bangunan kolonial tersebut. Mereka juga antusias melihat seluruh Bandung dari teras puncak bangunan.

Sayangnya, potensi wisata itu belum dikelola dengan baik. Untuk bisa menikmati keindahan Gedung Sate, wisatawan terlebih dahulu mengajukan izin kunjungan ke kantor Biro Umum Pemprov Jabar.

Kepala Bagian Humas Pemprov Jabar Yanto Subiyanto menjelaskan, pemberlakuan izin itu diterapkan karena Gedung Sate tidak mutlak sebagai obyek wisata. Gedung Sate juga pusat perkantoran Pemprov Jabar. Wisatawan yang keluar masuk saat jam kerja dikhawatirkan mengganggu kinerja pemerintahan, ujarnya.

Potensi wisata itu pun terpaksa "dikelola" secara mandiri oleh petugas keamanan Gedung Sate yang berbaik hati mengantarkan wisatawan berkeliling ke area gedung. Dengan pengetahuan dan bahasa Inggris yang terbatas, mereka menceritakan wisata sejarah Gedung Sate.

"Wisatawan tidak dipungut biaya saat mengunjungi Gedung Sate. Namun, ada kalanya sejumlah wisatawan berbaik hati memberikan saya tip," ujar Yanto Rukmana, seorang petugas keamanan yang kerap mengantarkan wisatawan berkeliling Gedung Sate.

Bahkan, banyak juga warga Bandung yang tidak mengetahui bahwa Gedung Sate diperbolehkan untuk dikunjungi. Benni Hermawan (19), mahasiswa Unikom Bandung, misalnya, mengatakan baru pertama kali mengunjungi Gedung Sate akhir pekan lalu.

Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia Nina Herlina Lubis berpendapat, meski sudah menjadi kantor Pemprov Jabar, Gedung Sate seharusnya tetap bisa diakses sebagai tempat wisata sejarah.

"Seharusnya Gedung Sate dikelola dinas pariwisata dengan menempatkan pemandu dan penjadwalan kunjungan yang baik," ujarnya. Persoalannya, kata Nina, adakah kemauan dari Pemprov Jabar mengelola wisata sejarah dengan serius?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com