Bagi mereka, tidak jadi soal jika kelangkaan elpiji terjadi pada saat bahan bakar pengganti, terutama minyak tanah, tersedia. ”Minyak tanah sudah lama hilang. Kalaupun ada, harganya Rp 10.000 per liter. Namun, kompor minyak tanah sudah telanjur dijual ke pengepul besi tua,” kata mereka.
Tidak hanya kaum ibu di Kampung Beting yang mengalami kesulitan mendapatkan elpiji dan beralih ke kayu bakar. Sebagian besar warga di Semper Barat, Rorotan, Marunda, dan juga warga lain di Jakarta sudah menggunakan kayu bakar.
Ny Nuris (48), ibu 10 anak, warga RT 001 RW 05, Semper Barat, menilai, pemerintah seperti tidak berdaya mengurusi rakyatnya. ”Saya mencari elpiji 3 kilogram ke sana kemari sejak pagi. Tiga agen di sekitar saya pun kosong. Saya baru mendapatnya menjelang siang di pasar, sekitar 1 km dari rumah seharga Rp 20.000 per tabung. Empat hari lalu saya beli dengan harga Rp 18.000 per tabung," kata Fatima (45), warga Kalibaru, Cilincing.
Buruh serabutan ini juga sudah kesulitan memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Persoalan kisruhnya distribusi elpiji memang membuat dia susah payah mencari kayu bakar.
Kapan warga terbebas dari kesulitan memenuhi kebutuhan bahan bakar untuk keperluan masak-memasak? Belum ada jawaban pasti. Janji-janji terus diumbar. Entah kapan....
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.