Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kecil, Tindak Lanjut Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan

Kompas.com - 26/11/2008, 04:33 WIB

SURABAYA, RABU - Selama tahun 2008 Kelompok Perempuan Pro Demokrasi Samitra Abhaya menganalisa 434 kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di Jawa Timur. Dari 434 kasus tersebut, hanya 18,2 persen atau 79 kasus yang akhirnya ditindaklanjuti hingga ke tingkat pengadilan.

"Pembuktian terhadap kasus kekerasan pada perempuan lemah. Padahal kasus ini dapat terjadi dimana saja," kata Staff Divisi Advokasi Kebijakan Pendidikan dan Pendampingan Masyarakat Kelompok Perempuan Pro Demokrasi (KPPD) Samitra Abhaya, Yulianti Ratnaningsing, Selasa (25/11) di Surabaya.

Salah satu penyebab sulitnya pembuktian kasus kekerasan pada perempuan adalah sekitar 70 persen perbuatan kekerasan dilakukan oleh orang terdekat korban, seperti pacar, suami, orang tua, saudara, ba hkan kakek. Tindakan tersebut dilakukan di tempat dimana orang lain sulit untuk ikut campur, seperti rumah, sekolah, dan tempat-tempat pribadi.

"Situasi ini menyebabkan sedikitnya kasus kekerasan pada perempuan yang memiliki bukti nyata, seperti jejak fisik apalagi saksi mata," ujar Yulianti.

Kekerasan seksual mendominasi

Dari 434 kasus yang diamati KPPD, 82 persen korban yang rata-rata berumur di bawah 18 tahun mengalami kasus kekerasan seksual. Sementara itu, 18 persen korban lainnya menjadi korban kekerasan karena keterbatasan ekonomi.

"Anak-anak dan remaja sangat rentan menjadi korban kekerasan seksual. Mereka tak memiliki otoritas sendiri untuk menentukan pilihan hidupnyal, karena itu anak-anak dan remaja menjadi korban dari pihak yang memegang kuasa atas dirinya, entah itu orang tua, guru, atau pacar," tuturnya.

Menurut Yulianti, karena rata-rata pelaku kekerasan adalah orang terdekat, maka penyelesaian yang diambil cenderung kooperatif. Beberapa contoh laporan kasus perkosaan bahkan diselesaikan dengan sekedar mendamaikan atau mengawinkan korban dengan pelaku.

Yulianti menilai, sebagian fenomena kekerasan terhadap perempuan tersebut menunjukkan bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan yang terungkap jauh lebih kecil dibandingkan kasus yang sebenarnya terjadi.

Staf Peneliti Pusat Studi Wanita Universitas Airlangga, Liestianingsih mengatakan, hingga saat ini sebagian besar masyarakat masih memiliki paradigma bahwa kekerasan pada perempuan khususnya dalam rumah tangga merupakan persoalan pribadi. Karena itu, banyak kasus yang tak terungkap karena masyarakat enggan untuk turut campur dalam permasalahan rumah tangga.

Menyikapi hal ini, paradigma bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah persoalan privat harus diubah. Bagaimanapun segala macam kekerasan merupakan tindakan kriminal sekalipun terjadi di dalam keluarga atau hubungan dekat. "Masyarakat dan orang-orang di sekitar korbanlah yang harus turut peduli dan mencegah timbulnya kekerasan," ujar Liestianisih.

Permasalahan kekerasan mengandaikan pula pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap hukum. Karena itu, masyarakat turut bertanggung jawab terhadap terungkapnya kasus kekerasan terhadap perempuan yang justru banyak terjadi dalam ranah domestik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com