Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hamid Pernah Perintahkan Evaluasi Sisminbakum

Kompas.com - 21/11/2008, 13:18 WIB

JAKARTA,JUMAT--Mantan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Hamid Awaluddin menegaskan ia tidak terlibat dugaan korupsi dalam Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum). Hamid yang saat ini menjadi Dubes RI di Rusia itu mengatakan Sisminbakum sudah ada sebelum dirinya menjai menteri.

Bahkan, Hamid pernah memerintahkan diadakan evaluasi terhadap Sisminbakum begitu dirinya menjadi menteri. Pernyataan itu disampaikan Hamid usai diperiksa Kejagung terkait dugaan korupsi di Depkumham yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 400 miliar itu, Jumat (21/11).

"Saya diperiksa terkait jabatan saya ketika menjadi menteri. Setelah saya menjadi menteri, sistem administrasi Sisminbakum itu sudah ada. Penekanan pertanyaan kepada saya adalah ketika saya sebegai menteri saya pernah membentuk tim interdesk (Depkumham dan Depkeu) untuk mengevalusi Siminbakum," kata Hamid. Hamid diperiksa sekitar 5,5 jam sejak pukul 06.00 hingga pukul 11.45. Ia dicecer 25 pertanyaan.

Hamid mengatakan ia pernah melayangkan surat kepada menteri keuangan saat itu untuk menilai sistem pungutan Sisminbakum. Beberapa bulan kemudian menteri keuangan mengatakan  bahwa sistem ini harus masuk ke dalam Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan kemudian segera menyiapkan peraturan pemerintah tentang hal itu.

Hamid juga mengaku tidak tahu ada pembagian komisi dengan perbandingan 60-40 persen karena itu sudah ada sebelum ia menjabat Menkumham. "Tim yang saya bentuk bertugas mengkaji Sisminbakum. Namun hasil evaluasi belum saya ketahui karena saya keburu berhenti. Saya sama sekali tidak mengetahui adanya aliran dana. Apalagi dana yang mengalir untuk saya," katanya.

Hamid meninggalkan Kejagung mengendari mobil Honda CRV warna silver dengan Nopol B 32 SI.

Kasus dugaan korupsi  Sisminbakum berlangsung sejak tahun 2001 (semasa Yusril Ihza Mahendra menjabat sebagai Menkeh dan HAM). Penerapan Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) di Ditjen AHU, yang telah diberlakukan itu dapat diakses melalui website www.sisminbakum.com.

Dalam website itu ditetapkan biaya akses fee dan biaya Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Biaya akses fee dikenakan untuk pelayanan jasa pemerintah berupa pemesanan nama perusahaan, pendirian dan perubahan badan hukum dan sebagainya. Namun biaya akses fee itu tidak masuk ke rekening kas negara melainkan masuk ke rekening PT SRD dan dana tersebut dimanfaatkan oleh oknum pejabat Depkumham.

Permohonan jasa tersebut dikelola melalui Sisminbakum yang dilakukan oleh para notaris seluruh Indonesia. Dalam sehari diperkirakan terdapat kurang lebih 200 permohonan dengan biaya minimal Rp 1.350.000 sehingga pemasukkan per bulan dari jasa tersebut sebelum 2007 sekitar Rp 5 miliar dan setelah 2007 sekitar Rp 9 miliar.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Nasional
Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Nasional
Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com