Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pondok Terapung

Kompas.com - 14/11/2008, 17:02 WIB

Secara kuliner, kawasan Tebingtinggi dan sekitarnya termasuk under-rated dan under-promoted. Kurang dianggap penting dan karena itu kurang dibicarakan. Padahal, seperti Medan yang hanya 80 kilometer di sebelah Utara, Tebingtinggi juga memiliki kekayaan kuliner yang khas.

Kekayaan kuliner Tebingtinggi pada dasarnya merupakan resultat dari kekayaan budaya yang bersifat multikultural. Warga Tebingtinggi merupakan bauran suku Melayu, Jawa, keturunan Tionghoa, dan keturunan India. Ciri-ciri dan elemen kuliner dari masing-masing budaya dan suku saling mengayakan kuali-kuali masakan di kawasan ini.

Hadirnya berbagai suku bangsa ini mengikuti hukum ekonomi yang berlaku global sejak masa lalu. Tanah Deli di akhir abad ke-19 dikembangkan menjadi lahan perkebunan tembakau dan kelapa sawit. Orang-orang Tionghoa “mencium” kesempatan ini dan berdatangan ke Sumatra Utara. Begitu juga kaum pekerja dari India. Orang-orang Jawa sengaja didatangkan oleh perusahaan-perusahaan perkebunan milik Belanda. Hingga kini masih sering terdengar sebutan Jakon (Jawa Kontrak) dan Jadel (Jawa Deli) bagi orang-orang Jawa keturunan para pekerja yang pertama kali didatangkan dari daerah Bagelen (Magelang dan sekitarnya). Sekarang, sudah ada istilah yang lebih politically correct untuk kelompok ini, yaitu Pujakesuma (Putra Jawa Kelahiran Sumatra).

Saya juga sempat mengobrol dengan pemilik “Pondok Bagelen” di Tebingtinggi. “Kami sudah lega sekarang. Kaum keturunan Tionghoa sudah makan di tempat kami. Mereka ini jumlahnya cukup besar di Tebingtinggi dan tidak suka masak di rumah. Mereka selalu mencari makan di luar,” katanya. Memang, tiap jam makan tampak kaum keturunan Tionghoa meramaikan rumah makan berhalaman luas ini.

Orang-orang keturunan Tionghoa di Tebingtinggi sudah punya lidah yang sangat bhinneka. Di Pasar Gambir, di tengah kota Tebingtinggi, yang pada malam hari berubah menjadi tempat mangkal para pedagang makanan, kita melihat orang-orang keturunan Tionghoa makan roti canai dengan kuah kari atau mi tambi masakan orang India. Jangan heran bila memesan martabak telur di Tebingtinggi. Proses membuatnya persis sama dengan yang di Aceh disebut “martabak terbalik”. Kulitnya digoreng dulu menjadi bentuk segi empat, lalu dituangi kocokan telur dengan daging dan daun bawang. Jadi, kulitnya tidak membungkus telur dadar, tetapi sebaliknya.

Salah satu elemen kuliner yang populer di sekitar Tebingtinggi – bahkan sampai ke Pematang Siantar – adalah burung. Berbagai macam burung – puyuh, belibis, merpati, ruak-ruak – diolah dalam berbagai jenis masakan. Di warung-warung makan Melayu, biasanya burung digoreng atau dibakar. Di rumah makan Tionghoa, burung digoreng dengan bumbu ngohiong (lima bumbu harum). Jangan lewatkan, di Tebingtinggi ada beberapa rumah makan Tionghoa yang “patoet dipoedjiken”.

Jalur Medan-Tebingtinggi sendiri merupakan lintasan yang penuh dengan pilihan berbagai macam masakan. Jalur ini merupakan Lintas Timur yang dilalui kendaraan-kendaraan umum dari Jakarta ke Medan lewat Jambi dan Pekanbaru.

Salah satu langganan saya di lintasan ini adalah Warung “Halimah” di Sungai Rampah yang menghidangkan masakan Melayu-Jawa. Favorit saya adalah anyang ayam. Anyang adalah sajian mirip urap di Jawa, yaitu sayur kukus dengan taburan parutan kelapa berbumbu. Bedanya, urap di Jawa biasanya memakai parutan kelapa mentah. Di Sumatra Utara, parutan kelapa dan bumbu disangrai sampai setengah kering. Sayur-mayurnya juga ditiriskan sampai kering.

Di “Halimah”, anyangnya justru agak lembab – mengikuti gagrak Jawa – dan hanya terdiri dari tauge dan suwiran ayam. Wuih, mak nyuss banget!

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com