Perjalanan ibadah haji ke Tanah Suci adalah ibadah, bukan perjalanan biasa. Untuk menjamin prosesi ibadahnya terlaksana sempurna, jemaah haji mesti ditunjang kondisi fisik dan mental prima. Cuaca dingin, pemondokan jauh, dan faktor usia jemaah menjadi tantangan berat pemerintah.
Itu sebabnya diperlukan pula strategi pengelolaan waktu dan kegiatan agar energi dan stamina jemaah tidak habis terkuras sebelum waktu puncak ibadah haji (wukuf di Arafah pada 9 Zulhijah yang dilanjutkan dengan bermalam di Mina untuk melontar jumrah). ”Jika tenaga sudah dihabiskan sebelum waktunya, bisa mengakibatkan kondisi kesehatan dan mental menurun pada saat rangkaian kegiatan ibadah mencapai puncak,” pesan Menteri Agama Maftuh Basyuni, Rabu (5/11), ketika melepas rombongan kloter pertama di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng.
Manajemen diri sendiri, menurut Maftuh, jadi sangat penting mengingat kondisi pemondokan haji Indonesia di Mekkah pada waktu ini relatif jauh jaraknya ke Masjidil Haram, dibandingkan tahun sebelumnya.
Jauhnya lokasi pemondokan jemaah haji—ada yang sampai 8 kilometer dan terdekat sekitar 2 kilometer—menjadi tantangan tersendiri bagi jemaah dan pemerintah sebagai pengelola urusan haji. Pemerintah memang berjanji akan menyiapkan angkutan bus dari pemondokan ke Masjidil Haram pergi-pulang. Namun, padatnya arus manusia yang bergerak serentak pada saat bersamaan menuju Masjidil Haram pada waktu-waktu shalat tiba perlu pula dikalkulasi sejak awal.
Jemaah yang umumnya berusia lanjut, lamban bergerak, minim pengalaman bepergian, dan kendala bahasa juga merupakan faktor yang sering membuat mereka tidak mau terpisah dari rombongan sehingga bisa merepotkan petugas haji.
Tantangan lain bagi jemaah haji Indonesia adalah masalah cuaca. Di Jeddah, suhu udara pada malam hingga pagi hari 15-16 derajat celsius. Sementara pada siang hari antara 18 dan 23 derajat celsius. Bahkan, hujan lebat turun pada dua hari terakhir ini. Selain pakaian seragam yang diberikan, jemaah juga perlu menyiapkan pakaian hangat, seperti jaket tebal.
Begitu juga ketika jemaah berpindah ke Mekkah, mereka akan berhadapan dengan kondisi suhu udara yang berbeda. Saat ini di Mekkah jika malam hingga pagi hari berada di rentang suhu 25 hingga 27 derajat celsius, sementara pada siang hari 27 hingga 30 derajat celsius. Kondisi cuaca ini, baik di Mekkah, Madinah, maupun Jeddah, diprediksi akan semakin dingin saat memasuki Desember nanti.
Kepala Dinas Kesehatan Kalimantan Selatan Rosehan Adini mengungkapkan, jemaah haji diminta mengantisipasi cuaca dingin terkait dengan berbagai penyakit, antara lain penyakit kulit atau gatal-gatal, batuk, dan pilek. Selain menyiapkan pakaian tebal, juga diperlukan istirahat dan makan yang cukup. ”Usahakan minum 5-6 liter per hari,” katanya.
Sebagai gambaran, data jemaah haji dari Kalsel yang diperiksa mencapai 3.472 orang, memiliki risiko tinggi ada 684 orang atau sekitar 19,70 persen. Risiko tinggi ini di antaranya terbanyak mengalami hipertensi 193 orang, diabetes melitus 49 orang, dan lanjut usia 104 orang.
Dari Embarkasi Haji Balikpapan dilaporkan, Asmah Dewi, jemaah haji dari Balikpapan yang tergabung dalam kloter 1 Kalimantan Timur, menunda keberangkatannya karena sakit. Kloter tersebut berangkat ke Arab Saudi dari Bandar Udara Sepinggan, Balikpapan, Kalimantan Timur, Rabu pagi. ”Ia akan berangkat bersama dengan kloter 18 jika sudah sehat,” kata Penjabat Sementara Kepala Kantor Departemen Agama Wilayah Kaltim Asrani di Sepinggan.