Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gelar Kabaret untuk Dana Bedah Otak (1)

Kompas.com - 31/10/2008, 11:57 WIB

SORE itu, Ny Jumiati (43) berjalan perlahan mendekati Mahmud (48), sumianya yang sedang sibuk membersihkan botol-botol plastik kemasan minuman mineral hasil pungut atau pulungannya. Matanya mengawasi pekerjaan Mahmud, suaminya, berserta tiga kawannya sesama pemulung.

Suaranya begitu pelan. Pandangan mata tidak begitu fokus, dan mata kanan sekilas terlihat juling. Sesekali ia bertopang dagu. Tangan kanannya memegangi kepala bagian depan sebelah kanan sambil memijat-mijat.

"Kadang-kadang masih pusing," kata Jumiati, dalam perbincangan dengan Persda Network akhir pekan lalu di kediamannya di tepi tali irigasi Apuran di Jalan Bambu Larangan RT 03/05, Kelurahan Cengkareng Barat, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat.

Jumiati adalah bekas penderita kanker otak. Dia menjalani operasi bedah otak di Rumah Sakit Siloam, Lippo Karawaci, 3 Desember 2007. Setelah tengkorak kepala dibedah, daging kanker sebesar kira-kira bola pingpong, tepatnya berukuran 60,5 X 59,5 X 40,6 milimeter, diangkat dari otak. Operasi mengangkat daging tumbuh yang nyaris mendorong bola matanya keluar itu, gratis. Biaya operasi didanai RS Siloam bekerja sama dengan Yayasan Otak Indonesia.

Operasi pengangkatan kanker dari otak Jumiati dilakukan tim dokter RS Siloam yang dipimpin dr Eka Julianto Wahjoepramono, dokter bedah otak ternama di dunia asal Indonesia. Selama seminggu menjalani operasi dan pemulihan, keluarga pasien lemah secara ekonomi ini tidak mengeluarkan uang sepeser pun untuk pengobatan.

"Saya sudah pasrah, lillahi ta'ala (hanya karena Allah yang suci, Red). Saya sudah siap mati saat akan operasi mengangkat kanker dari otak saya, karena saya sudah tidak kuat lagi menahan sakitnya. Kalau memang gagal dan mati ya tidak apa-apalah, wong uang juga nggak punya untuk biaya operasi. Lagian, wong orang sehat saja bisa mati kok, apalagi saya yang sakit kanker otak," kata Jumiati yang bersyukur semakin sembuh pascaoperasi.

Mahmud, suami Jumiati adalah Kepala Sekolah Madrasah Tsanawiyah (MTs) Safinatul Husna di bilangan Pangadengan, Kalideres, Jakarta Barat. Mahmud merangkap mengajar berbagai mata pelajaran mulai agama, matematika, bilogi, fisika dan sebagainya. Karena tuntutan biaya untuk pendidikan anak-anak, dan belakngan demi keperluan dana pengobatan istri, Mahmud mencari kerjaan sampingan yang jauh berbeda dari profesinya, yakni memulung sampah.

Delapan tahun sudah keluarga Mahmud mendiami rumah mereka di atas tanah milik Departemen Pekerjaan Umum DKI Jakarta di tepi Kali Apuran. Bangunan berdiri di atas bekas kolam ikan, berlantai bambu, berdinding kayu lapis. Rumah mereka beserta tiga bangunan lainnya terletak persis di antara tumpukan sampah dengan jalan.

Tumpukan sampah limbah rumah tangga di tempat penampungan sementara membukit, melebihi tinggi atap rumah Mahmud. "Rumah ini berdiri di atas tanah milik pemerintah. Kalau digusur, terpaksa kami akan pindah dan akan mencari tempat lain," kata Mahmud.

Di dalam gubuk derita itulah, selama bertahun-tahun, Jumiati bergelut dengan kanker otak yang menggerogotinya. Ibu tiga anak ini berjuang melawan sakit yang tak terperi. Mahmud menuturkan gejala sakit yang dirasakan Jumiati mulai muncul tahun 2003. Semula pusing, sakit seperti migrain menyerang kepala sebelah kanan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com