Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hapus Pungutan Ekspor CPO

Kompas.com - 22/10/2008, 16:45 WIB

MEDAN, RABU - Pemerintah Provinsi Sumatera Utara meminta pemerintah pusat dalam hal ini Menteri Perdagangan menghapuskan pungutan ekspor minyak kelapa sawit atau crude palm oil. Permintaan ini terkait terpuruknya kondisi petani kelapa sawit di Sumatera Utara akibat turunnya harga CPO di pasar internasional.

Wakil Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Gatot Pujo Nugroho, menegaskan, jika kebijakan penghapusan pungutan ekspor memberi jalan yang terbaik membantu petani mengatasi persoalan turunnya harga CPO, maka Pemprov Sumut akan meminta pemerintah pusat menghapuskan pungutan ekspor. "Kami akan meminta agar pungutan ekspor CPO ini dihapus. Sudah banyak petani kelapa sawit di Sumut datang ke saya dan menangis akibat turunnya harga komoditas perkebunan di pasar internasional," ujar Gatot di Medan, Rabu (22/10).

Namun Gatot belum mengatakan kapan secara resmi Pemprov Sumut akan meminta penghapusan pungutan ekspor CPO ke pemerintah pusat. Dia mengatakan, Pemprov Sumut tengah memikirkan jalan terbaik untuk menolong petani berbagai komoditas perkebunan di Sumut terhindar dari pengaruh lebih buruk krisis keuangan global. Pemprov Sumut berkepentingan meminta penghapusan pungutan ekspor CPO karena sektor ekonomi di provinsi ini didominasi komoditi perkebunan seperti kelapa sawit, karet, dan kopi.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Asmar Arsyad, menuturkan, kengototan pemerintah menghapus pungutan ekspor CPO pada akhirnya membebani petani. Eksportir atau pengusaha semakin menekan harga beli tandan buah segar (TBS) dari petani. "Kalau dulu kami sempat menikmati harga jual TBS sampai Rp 1.200 perkilo gram, sekarang TBS kami hanya laku Rp 300 sampai Rp 400 per kilo gram," katanya.

Asmar mengatakan, di saat harga CPO dunia terus turun akibat krisis keuangan global, pemerintah justru tak memihak sedikit pun kepada petani. Meski pungutan ekspor tersebut dibebankan ke pengusaha atau eksportir, menurut Asmar yang paling menderita kerugian saat ini adalah petani. "Bagaimana lagi kami bisa hidup kalau harga jual TBS terus tertekan dan pemerintah tak mengambil sikap," katanya.

Sebenarnya lanjut Asmar, dengan menghapuskan pungutan ekspor CPO, pemerintah bisa membantu petani mengatasi gejolak harga akibat turunnya harga CPO di pasar internasional. "Ongkos produksi di tingkat petani sekarang ini mencapai Rp 800 perkilo gram TBS, sementara harga beli pengusaha paling mahal sekarang ini Rp 400 per kilo gram. Bagaimana petani bisa hidup dengan kondisi seperti ini," katanya.

Era keemasan petani sawit saat harga CPO mencapai Rp 12.000 perkilo gram bulan April lalu telah lewat. Harga CPO hari ini hanya Rp 4.500 perkilo gram . Di sisi lain, petani juga terus dibebani dengan kenaikan harga pupuk. "Sejak empat bulan lalu, harga pupuk meningkat 400 persen, tanpa pemerintah bisa berbuat apa-apa menolong petani," katanya.

Terkait persoalan pupuk ini, kata Gatot, Pemprov Sumut akan menertibkan pola distribusi pupuk yang cenderung merugikan petani. Gatot mengatakan, kacaunya distribusi pupuk ke petani bertambah parah saat bupati tak bisa membuat daya serap pupuk ke petani tinggi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com