Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Likurai: Tarian Kepahlawanan dari Belu

Kompas.com - 17/10/2008, 20:41 WIB

ARTI LIKURAI

Dalam Bahasa Tetun Belu, LIKURAI berasal dari dua kata: Haliku dan Rai. Haliku  berarti mengawasi, menjaga, melindungi, memelihara, mengambil, menguasai. Rai berarti Tanah, Bumi, Negeri atau Pulau. Haliku Rai atau kelak disingkatpadukan menjadi Likurai, boleh diartikan sebagai sebuah aksi atau tindakan mengawasi, menjaga, melindungi, memelihara dan mengambil tanah atau bumi, entah tanah itu pada dasarnya milik kita, maupun milik orang lain. Menjaga tanah milik kita sendiri maupun mengambil, dalam arti menguasai tanah milik orang lain, tentu tidaklah mudah. Semuanya perlu perjuangan, pertarungan, pertempuran di medan perang.

Nah, di zaman nenek moyang dulu, orang Belu harus menjaga baik-baik tanahnya untuk tidak dicaplok. Tak jarang leluhur orang Belu harus berperang melawan suku lain yang mengganggu ketenangan hidup warga; atau harus merebut wilayah kekuasaan baru karena bertambahnya anggota suku.

Tercatat bahwa leluhur Belu jago perang, lihai dan banyak kali memenangkan pertempuran. Musuh sering dikalahkan, dipenggal kepalanya. Sebagai buktinya, penggalan kepala musuh itu dibawa ke Tanah Belu, dan ketika itu nafiri (Bobik) dan seruling (Fui) kemenangan ditiup dan pesta syukur dimulai.

Para pahlawan yang pulang bertempur membawa kepala musuh, akan disambut ribuan warga lain, pria-wanita, yang tidak terjun langsung ke medan laga, namun menjaga kampung (Mahein, Makbalin, Makdakan Knua Dato, Kota Dato).
Para pujangga adat (Mako’an), biasanya dipilih dan dipersiapkan tiga orang terbaik, satu sebagai juru bicara dan dua lain mengapitinya, akan memberikan sapaan adat (Hase-Hawaka) kepada Panglima Perang (Meo Ulun) dan rombongan pahlawan (Meo) yang baru pulang dari medan perang dengan hasil gemilang.

Pekikan kemenangan rakyat terhadap para pahlawannya yang pulang dari perang pun digemakan. Pekikan itu disebut Leho.
Para wanita akan membagi tugas, ada yang, dibantu beberapa pria, menyiapkan hidangan buat makan bersama (Hadi’a No Hadar Lamak), lainnya bergegas membawa Tihar masing-masing menunggu di Pintu Gerbang (Kanokar Dato Babasak Dato) membentuk barisan, dan selepas Hase-Hawaka dari pujangga adat, para wanita akan segera menabuh Tihar, memberi hormat tiga kali kepada para pahlawan, lalu secara serentak dan lincah, mereka menabuhnya lebih hidup sembari meliuk-liukkan tubuh lambang sukacita atas kemenangan perang dan bergerak menuju  Istana Agung (Ksadan, atau lengkapnya  Ksadan Dato Molin Dato) Kerajaan (Fohobot-Raibot), mengiringi para Meo yang menang perang dengan membawa serta kepala musuh.

Kepala musuh ditaruh pada sebuah tempat khusus terbuat dari batang kayu yang kuat (Turas Ulu), lalu Likurai pun dilanjutkan, kini dalam bentuk lingkaran, sebagai penghinaan (Hamoe, Hati’as) atas kepala musuh (Funu) yang selama ini menjadi sumber masalah, namun kini telah ditaklukkan, sekaligus demi kehormatan (Hatetu-Harani atau Hafoli) para pahlawan yang berjuang mati-matian membela kebenaran, keadilan dan hidup bangsanya.

Puluhan bahkan ratusan wanita berpadu dalam Basa Tihar, satu atau dua wanita lain membawa gong kecil untuk dipukul (Ta’e Tala) berpadu dengan tabuhan Tihar. Tala dipadukan dengan Tihar menghasilkan bunyi-bunyian yang membangkitkan sukacita, decak kagum dan bangga sekaligus menciptakan suasana sakral dan bernas. Para lelaki yang siap meronggeng pun akan tampil perkasa di kesempatan ini.

Bisa dikatakan bahwa Likurai ini adalah tarian heroik yang pada dasarnya mengandung unsur kekerasan peperangan (Hatuda Malu), sekaligus syukur atas keberhasilan, kesejahteraan dan harga diri sebuah bangsa (Husar Binan Rai Belu Tetuk No Nesan, Di’ak No Kmanek: Bangsa Belu yang bermartabat, berdaulat, berwibawa, adil dan sejahtera).
Kadang unsur magis-mistis terdapat dalam tarian ini, namun kelembutan dan kelincahan para wanita Timor serta kegagahan para prianya pun terbaca nyata dari tarian ini.

MAKNA-MAKNA BARU

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com