Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keberuntungan Yogyakarta Punya Rakyat yang Istimewa...

Kompas.com - 03/10/2008, 07:19 WIB

Misalnya, kesaksian Sjafruddin Prawiranegara. ”Bukan saja saya baru berkenalan dengan Sultan HB IX, tetapi antara kami berdua sebenarnya terdapat perbedaan sosiokultural yang besar. Saya hanya rakyat biasa, walau kadang-kadang menjabat sebagai menteri seperti pada waktu itu, sedangkan beliau adalah seorang sultan yang biasa disembah dan diagung-agungkan oleh rakyatnya, bahkan mungkin juga di luar rakyatnya. Di samping itu, saya seorang Sunda-Banten dan beliau orang Jawa tulen.”

Bambang Purwanto berpendapat, pendirian UGM yang mendapat dukungan sangat besar dari Sultan HB IX secara langsung telah memberikan sumbangan yang sangat besar dengan apa yang disebut keistimewaan Yogyakarta.

UGM mengadakan kuliah pertama pada 13 Maret 1946 di Keraton Yogyakarta. Jumlah mahasiswa semakin hari bertambah banyak. Perkuliahan terhenti ketika Belanda menduduki Yogyakarta pada 19 Desember 1948. Setelah persetujuan Roem-Roeijen tanggal 7 Mei 1949, usaha untuk menyelenggarakan pendidikan UGM mulai muncul kembali.

Persiapan penyelenggaraan kembali perguruan tinggi ini mendapat dukungan yang besar dari HB IX, yang menyediakan Pagelaran, Sitihinggil, dan beberapa bangunan lain milik Keraton, baik untuk kegiatan perguruan tinggi maupun tempat tinggal, kepada mahasiswa dan pengajar. Dukungan ini bukan hanya pada tahun pertama keberadaannya, tetapi dapat dikatakan kegiatan utama UGM sebenarnya berlangsung di sekitar tembok Keraton Kasultanan Yogyakarta selama sepuluh tahun yang pertama.

UGM menjadi daya tarik baru bagi masyarakat dari berbagai daerah di Nusantara untuk datang ke Yogyakarta guna menuntut ilmu. Yogyakarta menjadi tempat berkumpulnya masyarakat dari berbagai suku dan agama bukan hanya sebagai kota perjuangan, selanjutnya sebagai tempat untuk menuntut ilmu ketika masa-masa revolusi fisik telah usai.

UGM, kata Bambang, dari sejarahnya tidak didirikan atas nama Gadjah Mada an sich, tetapi dia adalah representasi dalam dari identitas keindonesiaan. Identitas keindonesiaan itu disadari dan dibesarkan pertama- tama oleh HB IX sebagai pribadi dan penguasa dan kemudian dibesarkan oleh Yogyakarta, oleh rakyatnya.

”Ini yang harus dipentingkan, terlepas dari pertikaian kadang- kadang antara tukang becak atau antarkampung zaman dulu, tetapi harus ingat, dukungan rakyat Yogyakarta bagi besarnya UGM sangat besar. Dukungan itu sebenarnya bukan hanya pada UGM, tetapi pada pendidikan Indonesia, karena kita tahu UGM kan menyuplai sebagian besar elite terdidik. Itu sangat ditentukan oleh rakyat Yogyakarta,” ujarnya.

Bambang mencatat, masa-masa antara 1950 dan 1980, hubungan antara mahasiswa dan masyarakat itu benar-benar hubungan batin, bukan ekonomis seperti yang sekarang ini terjadi. Hubungan batin itu merupakan kontribusi rakyat Yogyakarta yang sangat besar bagi pendidikan. ”Kalau kemudian Yogyakarta punya hak untuk menyandang status keistimewaan, faktor itulah salah satu yang layak untuk dipertimbangkan selain faktor lain yang misalnya perannya mempertahankan eksistensi Indonesia pada tahun 1946-1950,” tegas Bambang.

Memang bukan sekadar peran elite yang membuat Yogyakarta memperoleh status khusus dalam NKRI. Provinsi ini menjadi salah satu daerah yang khusus, selain Nanggroe Aceh Darussalam, Papua, dan DKI Jakarta, karena rakyatnya istimewa, rakyat mempunyai peran sangat besar dalam mendirikan fondasi maupun tembok keistimewaan Yogyakarta.(Bambang Sigap Sumantri)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com