Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sumiarsih: Maafkan Ibu, Anakku...

Kompas.com - 17/07/2008, 07:27 WIB

SURABAYA, KAMIS - Suasana haru menyelimuti pertemuan ibu dan anak, Sumiarsih dan Sugeng, sesaat setelah keduanya dipindah ke Rumah Tahanan (Rutan) Medaeng, Sidoarjo, Rabu (16/7) dini hari.

Kedua terpidana mati kasus pembunuhan berencana ini berpelukan penuh haru dan saling menguatkan menjelang pelaksanaan hukuman tembak yang diperkirakan tinggal dalam hitungan jam.

Tiba di Rutan Medaeng, Selasa tengah malam, Sugeng (44) dan Sumiarsih (60) menjalani pemeriksaan kesehatan. Sugeng lantas dibawa ke kamarnya di Blok D1 yang berukuran 4 meter x 4 meter untuk beristirahat. Sementara itu, Sumiarsih ditempatkan di sel khusus di Blok W. Sel khusus berukuran 1,5 meter x 3 meter ini bersebelahan dengan sel khusus yang pernah dihuni N Astini sesaat sebelum dia dieksekusi tahun 2005 lalu.

Di dalam Blok W yang dikhususkan untuk perempuan ini sengaja disiapkan dua sel khusus untuk satu orang dengan kasus tertentu. Kondisi letih yang dirasakan Sumiarsih usai perjalanan dari LP Wanita Sukun (Malang) ke Medaeng membuat ibu tiga anak ini langsung beristirahat.

Kurang dari sejam, Sumiarsih sudah terlelap di kasur lipat yang ada di sel tersebut.

Sekitar pukul 03.00 WIB, Sumiarsih dibangunkan oleh petugas dan diajak ke ruang Registrasi Rutan Medaeng. Di sana, perempuan kelahiran Jombang, 22 September 1948, ini dipertemukan dengan anak bungsunya, Sugeng, yang sudah dirindukannya.

Meski cukup sering berkomunikasi melalui telepon, pertemuan terakhir antara Sumiarsih dan Sugeng terjadi 2 tahun lalu.

Sumiarsih tak mampu menyembunyikan keharuannya saat bertatap muka dengan buah hatinya itu. Janda Djais Adi Prayitno ini langsung meminta maaf kepada Sugeng. “Dia (Sumiarsih) meminta maaf kepada Sugeng karena telah melibatkannya dalam pembunuhan itu. Dia merasa Sugeng hanya ikut saja. Berulang kali Sumiarsih mengucapkan kata permintaan minta maaf pada Sugeng,” ungkap salah seorang petugas yang saat itu berada di sana.

Melihat ibunya mengiba, Sugeng langsung merangkulnya dan menepuk-nepuk pundaknya. Mata keduanya berkaca-kaca seolah menyembunyikan perasaan rindu yang mendalam. Setelah berangkulan, keduanya saling memberikan semangat. “Mereka saling menguatkan,” imbuh sumber ini.

Saat hampir mendekati subuh, keduanya kembali ke sel masing-masing dan beristirahat. Rutan Medaeng sengaja menempatkan dua petugas untuk menjaga mereka di sel dan bloknya.

Keesokan harinya sekitar pukul 10.00, Sumiarsih menerima kunjungan dua pendamping rohani, yakni Pendeta Andreas Nurmandala dan Jonathan Gie. Kemudian Andreas mengurus proses izin kunjungan keluarga Sumiarsih.

Maywati, anak Sumiarsih, bermaksud bertemu dengan ibunya. Dia ditemani Felicia (kekasih Sugeng), Mbok Genuk (ibu kandung Sumiarsih), para kerabat yang lain, serta relawan dan rohaniwan dari sejumlah yayasan gereja. Ikut pula mendampingi Muhammad Sholeh SH, pengacara dan mantan rekan satu sel Sugeng di LP Kalisosok Surabaya beberapa tahun lalu.

Namun, karena pihak Rutan Medaeng mewajibkan mereka membawa surat izin dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, pertemuan itu tertunda beberapa saat.

Sugeng, pagi kemarin, menerima kunjungan dari tahanan pendamping (tamping) Takmir Masjid Medaeng. “Dia memang meminta didoakan teman-teman sesama tahanan,” kata sumber Surya.

Sekitar pukul 09.30, Sugeng dikunjungi pendamping rohaninya, Ustadz Nur Waliyin. Sugeng melakukan shalat dhuha berjamaah. Pertemuan tersebut berlangsung hingga pukul 11.15.

"Awalnya saya meminta dia yang mengimami saya, tapi dia menolak. Katanya, saya saja. Ya akhirnya kami shalat berjamaah di dalam sel,” kata Ustadz Nur Waliyin saat dikonfirmasi Surya seusai pertemuan, Rabu (16/7).

 Beri Wejangan

Pada sore hari, rombongan keluarga dan rekan Sumiarsih dan Sugeng akhirnya bisa bertemu. Pengacara Sumiarsih, Soetedja Djajasasmita, kemudian masuk. Sekitar 15 orang menemui Sumiarsih dan Sugeng sore itu. “Pertama kali rombongan menemui Sugeng di ruangan khusus yang memang sudah disediakan,” ujar Soetedja sesaat setelah keluar dari rutan.

Pengacara bertubuh tinggi itu menggambarkan, dalam pertemuan itu Sugeng tegar menerima kunjungan keluarga dan kerabatnya. “Meski tegang, dia biasa saja, justru keluarganya yang menangis,” tambahnya.

Setelah melepas kangen dan bercengkerama sekitar 20 menit, rombongan terpecah menjadi dua. Satu rombongan menuju ruangan lain yang disiapkan untuk menemui Sumiarsih dan sebagian lagi tetap berbincang dengan Sugeng.

Suasana mengharukan terjadi ketika rombongan bertemu Sumiarsih. Bukannya menjadi orang yang mendapat penguatan dari keluarga dan kerabat yang mengunjunginya, Sumiarsih justru memberi wejangan dan penguatan pada rombongan yang menemuinya itu.

“Ya namanya keluarga seperti apa, mereka berpelukan menangis, seperti itulah tapi Sumiarsih justru tegar dan melarang menangis,” ujar Soetedja.

Hal senada juga disampaikan Ibu Hendrini yang ikut dalam rombongan. Dengan mata berkaca-kaca, wanita setengah baya yang mengaku ketua sebuah yayasan di Jalan Simpang Darmo Permai Selatan itu terharu melihat ketegaran Sumiarsih. “Saya menangis saat ketemu, tapi dia justru mengingatkan dan berkata keras, ‘Jangan menangis! Suatu kali kelak kita akan bertemu di surga’,” ujarnya.

Sumiarsih juga mengingatkan keluarga dan rekan-rekannya agar senantiasa mendekat pada Tuhan. “Buat apa susah, saya sudah lama menderita,” kata Hendrini lagi, menirukan ucapan Sumiarsih.

Tidak banyak keterangan yang diberikan pihak keluarga Sumiarsih saat meninggalkan rutan. Adik-adik Sumiarsih dan ibunya memilih diam ketika keluar dari pintu depan rutan pada pukul 18.30 WIB. Mereka langsung masuk ke dalam mobil Toyota bernopol S 981 W yang sudah terisi beberapa orang. Wati, yang didampingi rekannya dan pendeta Andreas, yang keluar terakhir menyatakan bahwa ibunya merupakan seorang ibu yang tegar. “Imannya begitu luar biasa, saya salut dia justru memberi kekuatan,” pujinya.

Sejak adanya kedua terpidana mati ini, Rutan Kelas I Surabaya ini dijaga ketat petugas kepolisian. Akses masuk ke Blok W dan Blok D juga dijaga ketat petugas.

Rutan Medaeng memberlakukan proteksi ekstra kepada pers. Bahkan, sebuah pohon yang menjulang tepat di pintu masuk samping Rutan Medaeng sengaja dilingkari kawat berduri. Tujuannya agar tidak dipanjat oleh wartawan, khususnya juru kamera yang biasanya membutuhkan tempat lebih tinggi untuk memotret atau mengambil gambar. “Maklum tahun lalu ada wartawan yang nekat naik pohon saat akan eksekusi,” kata salah seorang sipir Medaeng.

Sementara untuk urusan makan dan minum Sumiarsih dan Sugeng ditangani langsung oleh Kepala Seksi Pelayanan Tahanan Rutan Medaeng, Bambang Hariyanto. Namun saat dimintai konfirmasinya, Bambang menolak memberikan komentar. “Maaf, untuk masalah ini saya tidak bisa berkomentar,” elaknya.

Hingga kemarin, belum bisa dipastikan hari dan jam eksekusi kedua terpidana. Diperkirakan, eksekusi akan dilaksanakan malam ini atau besok malam. (k1/rey/ame/rie/tja)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com