Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ali Maschan, Pendakwah di Mimbar Politik

Kompas.com - 05/07/2008, 15:38 WIB

Laporan wartawan Kompas Kris R Mada

SENIN (16/6) pukul 05.50, dengan mengenakan batik dan sarung, KH Ali Maschan Moesa siap-siap mengantar dua putrinya, Hilya dan Bella. Sejak Hilya sekolah di kawasan Wonokromo, Ali selalu mengantar sendiri putrinya itu. Hal itu dilakukannya sebagai kompensasi waktu bertemu dengan sang anak. "Saya hanya bisa bertemu anak di pagi hari. Makanya saya mengusahakan pertemuan berkualitas dengan anak," tutur ayah lima anak ini.

Sebagai dosen, pendakwah, dan pengurus Nahdlatul Ulama, Ali memang punya kesibukan luar biasa. Baginya, lazim keluar rumah pukul 08.00 dan baru kembali selepas tengah malam. "Kalau hanya pergi di seputar Jawa Timur, saya tidak menginap. Jam berapa pun saya akan pulang supaya bisa antar anak," tutur calon Wakil Gubernur Jawa Timur dari Partai Golkar ini.

Ali bersama istri dan dua anaknya tiba di sekolah pada pukul 06.30. Setelah dua anaknya masuk ke kompleks sekolah, Ali dan istrinya menuju Pasar Wonokromo. "Kadang kalau ingin, kami sarapan di sini," tuturnya seraya menunjukkan warung rawon Pak Pangat di lantai dasar DTC Wonokromo.

Pukul 07.00, Ali menuntaskan sarapan dan kembali ke rumahnya. Dalam perjalanan ke rumah, tokoh yang jadi aktivis NU sejak masih pelajar ini membandingkan trotoar di Surabaya dengan beberapa kota di luar negeri. "Trotoar di luar negeri nyaman dan aman sehingga orang mau jalan kaki. Di sini bahkan tidak ada trotoar, hanya penutup got," tuturnya.

Tak hanya trotoar, dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya itu juga membandingkan tata ruang dan wilayah. Ia terutama menyoroti pentingnya pemisahan ibu kota pusat pemerintahan dengan ibu kota pusat ekonomi. "Bagaimana pemimpin wilayah mau bekerja dengan tenang kalau ibu kota sesak begini. Di luar negeri, ibu kota pemerintahan dibikin lengang supaya (pemimpin) bisa kerja dengan tenang dan jauh dari konflik ekonomi," paparnya.

Antrean tamu

Sesampai di rumah, beberapa tamu telah menantinya. Tamu-tamu itu semakin banyak datang sejak Ali mencalonkan diri sebagai wakil gubernur mendampingi Soenarjo. Kedatangan tamu-tamu itu membuat Ali menyiapkan banyak amplop. Setiap kali salaman pulang, ada amplop berpindah dari tangan Ali ke tamunya.

Salah satu tamu yang datang pagi itu berasal dari Pasuruan. Tamu itu mendoakan agar Ali dan Soenarjo mendapat nomor tiga pada pengundian nomor urut pasangan calon. "Biar lebih mudah mendoakan," tutur tamu itu.

Nomor tersebut memang diperoleh pasangan Soenarjo-Ali alias Salam pada pengundian yang digelar KPU Jatim beberapa jam kemudian. Dengan nomor itu, foto pasangan Salam terletak di tengah surat suara pemilihan gubernur. "Saya berharap nomor ganjil dan ternyata dikabulkan," tutur Ali.

Berhenti berdagang

Ia mengungkapkan baru dua tahun ini benar-benar berhenti berdagang. Dahulu sebagian rumahnya dijadikan toko kelontong. "Ruang tamu rumah sempit dan saya kadang tidak enak dengan banyaknya tamu. Akhirnya saya putuskan menutup toko dan memperluas ruang tamu," tutur suami Mai Yetti ini.

Baginya, berdagang merupakan tradisi keluarga. Orangtua dan mertuanya berdagang. Karena itu, ia pernah menjadi pedagang selama 10 tahun lebih. "Saya dulu punya dua kios di Pasar Larangan, Sidoarjo. Saya jualan grosir untuk pracangan-pracangan di kampung," ucap mantan Persatuan Pedagang Pasar Larangan ini.

Salah satu kiosnya terletak di lantai dua Pasar Larangan. Rasanya, lazim baginya mengangkat 100 kilogram beras dan gula setiap hari. "Mungkin gara-gara itu saya harus operasi hernia tahun 1993," tuturnya seraya mulai kegiatan harian.

Setelah diterima sebagai Dosen IAIN Sunan Ampel, ia pun memutuskan berhenti untuk berdagang. Tetapi, bukan pekerjaan itu yang membuatnya berhenti. "Ibu saya menyarankan saya pindah rumah ke dekat kampus. Artinya saya harus ke Surabaya," ujarnya seraya bersiap ke Hotel Garden Palace, Surabaya, tempat undian nomor urut pasangan calon.

Selepas itu, ia makan siang di warung pecel di Jalan Ketabang Kali bersama sopir dan putra pertamanya, Oky. "Ini salah satu warung langganan saya," tutur Ali. Selepas makan siang, ia dan sopirnya pergi ke satu tempat di kawasan Surabaya Timur. Seorang teman lama ingin mengenalkan dia dengan orang penting. "Masih terkait soal pemilihan juga," ungkapnya.

Pertemuan itu berlangsung hingga pukul 15.30. Hari itu, ia bisa pulang ke rumah dan bertemu keluarga saat masih sore. "Jarang saya bisa bertemu keluarga sore-sore begini," tuturnya. Jika pulang sore, ia biasa menjadi imam shalat di Pesantren Luhur Nurul Hayat yang diasuhnya sejak beberapa tahun lalu.

Sore itu, selepas shalat magrib, Ali makan malam di rumahnya. Meja makan di rumahnya menunjukkan Ali sebagai orang Tulungagung asli. Di meja itu hampir selalu tersedia sambal tumpang khas Tulungagung. "Saya suka sekali sambal ini. Tempe dipenyet di sambal ini terus dimakan dengan nasi hangat, wah enaknya," tuturnya.
 
Paling berat

Selepas makan malam, ia mengungkap hal paling berat sepanjang hidupnya. Keharusan mundur sebagai Ketua PWNU Jawa Timur dirasa benar-benar berat. "Saya mengurus NU sejak masih pelajar. Aktif di PWNU
lewat badan otonom sejak 1975," ungkapnya.

Namun, itu adalah buah pilihannya menjadi calon wakil gubernur. Pilihan yang dinyatakan sudah dipertimbangan masak-masak. Dua orang yang paling dipercayai Ali, ibunya Hj Mutmainah dan seorang kiai kampung memberi mendapat petunjuk agar Ali menjadi pendamping Soenarjo. "Kiai saya itu sudah 30 tahun tidak pernah salah kalau memberi petunjuk. Perhitungan rasional saya juga menunjukkan sebaiknya mendampingi Pak Narjo," ucapnya.

Namun, ia belum tahu apa yang akan dilakukan seandainya gagal terpilih. Saat ini ia lebih suka berkonsentrasi pada pemilihan gubernur. "Kerjakan yang sekarang saja dulu," ujarnya. Kalaupun gagal, ia sudah punya beberapa pilihan, bisa tetap mengajar di IAIN sembari menunggu pengukuhan dirinya sebagai guru besar atau mengajar di Amerika Serikat. "Pemerintah Amerika Serikat menawari saya menjadi dosen tamu di sana," tuturnya sembari bersiap pergi lagi.

Malam itu, bersama Soenarjo, ia berencana menemui dua orang yang akan memberikan informasi penting bagi kemenangan Salam. Pertemuan itu berlangsung dari pukul 20.00 hingga 23.30 di salah satu tempat di Surabaya. Pukul 24.00 Ali kembali tiba di rumahnya saat malam begitu larut.


KOMPAS Jawa Timur, Rabu, 25-06-2008. Halaman D

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com