Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Produktivitas Industri Pertahanan DN Tergantung Pemerintah

Kompas.com - 16/06/2008, 21:56 WIB

BANDUNG, SENIN - Walau mengakui peluang pasar dalam negeri cukup besar, khususnya di TNI, sejumlah badan usaha milik negara industri strategis (BUMNIS) industri pertahanan seperti PT Dirgantara Indonesia dan PT LEN Industri mengaku masih harus bersikap pasif dan menunggu adanya pesanan dari pemerintah.

Pernyataan itu disampaikan sejumlah direktur masing-masing BUMNIS, Senin (16/6), saat rombongan Humas Departemen Pertahanan dan wartawan datang brkunjung dalam acara kunjungan pers (press tour) Dephan.

Dalam acara itu rombongan juga menyempatkan diri mengunjungi sejumlah hanggar produksi suku cadang dan perawatan pesawat milik PT DI. Direktur Keuangan dan Administrasi PT DI, Frans Ralie Siregar menyatakan 70 persen produk mereka untuk memenuhi pasar keperluan militer.

"Sekarang ini kami terus melakukan pendekatan, khususnya ke TNI. Setelah itu, ya tinggal menunggu saja. Begitu ada pesanan kami langsung siapkan. Apalagi sekarang kami mampu langsung berproduksi tanpa perlu meminta uang muka dari si pemesan seperti dahulu," ujar Frans.

Frans memisalkan produksi helikopter jenis NAS-332 Mk1 Super Puma, yang pengadaannya saat ini masih akan menunggu pemesanan dan juga kepastian alokasi anggaran dari APBN. Pihaknya, tambah Frans, sudah menuntaskan pengadaan tujuh helikopter jenis itu, pesanan pemerintah.

"Kalau alokasi anggarannya sudah siap, kami tinggal membuat. Secara substansi PT DI siap baik dari sumber daya manusia, permesinan, manajemen, maupun modal, kami sudah siap. Jadi tinggal tunggu pesanan saja termasuk dari pembeli luar negeri," tambah Frans.

Secara total hingga Juni 2008, PT DI telah membuat dan menyerahkan 30 unit helikopter dan pesawat untuk TNI Angkatan Udara, 39 unit helikopter dan pesawat untuk TNI Angkatan Darat, dan 40 unit helikopter dan pesawat untuk TNI Angkatan Laut.

Lebih lanjut di tempat terpisah General Manajer PT LEN Industri (Persero) Syamsul Aliah menyatakan, jika dibandingkan dengan kapasitas dan kemampuan industrinya, pasar mereka di bidang teknologi informatika dan komunikasi pertahanan, masih terbilang kecil.

Padahal di bidang itu PT LEN Industri sudah mampu membuat berbagai produk seperti Tactical Radio Communications Tranceivers, baik jenis HF atau VHF, alat komunikasi kendaraan taktis atau tempur, sistem pengamatan (surveilance) jarak jauh untuk pesawat udara, dan combat management system untuk kapal perang.

"Kami harap mulai tahun ini pemerintah beli dari kami. Namun masalahnya, APBN sejak dahulu selalu habis di kebutuhan operasional. Sedangkan pengadaan senjata selalu menggunakan Kredit Ekspor, yang pasti artinya membeli dari luar negeri," ujar Direktur Teknologi dan Produksi PT LEN Industri Darman Mappangara.

Dengan begitu, menurut Darman, agak sulit mengharapkan pemerintah membeli dari dalam negeri selama beban utang dari fasilitas KE tadi masih ada. Kalau pun sejak tahun 2007 pemerintah berencana mengadakan KE dari bank-bank dalam negeri, hal itu masih menunggu realisasi dan dukungan peraturan terkait. Pengadaan KE dari bank dalam negeri memang masih belum memiliki dasar hukum atau aturan yang jelas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com