Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pupuk Langka, Petani Unjuk Rasa

Kompas.com - 09/06/2008, 18:43 WIB

   

PEMALANG, SENIN - Ratusan petani yang tergabung dalam Front Perjuangan Petani Pemalang berunjuk rasa di halaman kantor DPRD Kabupaten Pemalang, Senin (9/6). Mereka menuntut ketersediaan pupuk bagi petani. Pasalnya memasuki musim tanam kali ini, pupuk sulit diperoleh. Kalau pun ada, harganya mahal, mencapai Rp 2.000 per kilogram.

Sebelum berorasi di halaman kantor DPRD, peserta unjuk rasa melakukan konvoi dengan menggunakan traktor sawah, melewati sejumlah ruas jalan di Pemalang. Mereka juga sempat berhenti di halaman gedung Dewan Koperasi Indonesia Daerah (Dekopinda) Pemalang, dan melakukan orasi di sana. Massa membakar sejumlah patung dari jerami, bertuliskan penimbun pupuk.

Koordinator Aksi, Andi Rustono mengatakan, kaum tani selalu berada pada posisi sulit. Selain harus menghadapi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan harga berbagai bahan kebutuhan pokok lain, mereka juga dihantui kelangkaan pupuk.

Menghadapi musim tanam kedua kali ini, petani di Pemalang juga kesulitan mendapatkan pupuk. Rata-rata satu petani membutuhkan 250 hingga 400 kilogram urea untuk satu hektar lahan. Penggunaan pupuk petani tinggi karena lahan mereka sempit, hanya sekitar 2. 000 hingga 4.000 meter persegi per orang.

Menurut Andi, kenaikan harga BBM dan kelangkaan pupuk menyebabkan kesejahteraan petani kian merosot. Hal itu diperparah dengan sempitnya kepemilikan lahan, keterbelakangan teknologi, kurangnya ketersediaan air, dan rendahnya perhatian pemerintah terhadap sektor pertanian. Padahal, sekitar 60 persen warga Pemalang menggantungkan hidup dari sektor pertanian.

Oleh karena itu, petani meminta jaminan ketersediaan pupuk yang murah. Mereka juga meminta pengetatan pemantauan distribusi pupuk bersubsidi, validitas luas areal pertanian, pembagian air yang adil, serta penurunan harga BBM.

Giyanto (40), petani di Desa Paduraksa, Kecamatan Pemalang, Kabupaten Pemalang mengaku terlambat memupuk tanamannya. Saat ini, tanaman padinya seluas 4.000 meter persegi sudah berusia 30 hari. Seharunya, tanaman itu sudah dipupuk sejak sepekan lalu.

Namun ia kesulitan mendapatkan pupuk, meskipun sudah mencari ke sejumlah pengecer. Apabila pupuk tidak segera diperoleh, tanamannya tidak akan tumbuh secara optimal.

Slamet (35), petani di Desa Wonokromo, Kecamatan Comal, Kabupaten Pemalang juga mengaku kesulitan mendapatkan pupuk. Ia terpaksa mencari urea hingga Kabupaten Pekalongan. Harga urea yang diperolehnya berkisar antara Rp 1.900 hingga Rp 2.000 per kilogram. Padahal seharusnya, harga eceran tertinggi (HET) urea hanya Rp 1.200 per kilogram.

Kepala Bidang Ketahanan Pangan Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Pemalang, Agus Setyo Budi mengatakan, luas areal petanian di Pemalang untuk musim tanam pertama dan kedua sekitar 69.250 hektar. Pada tahun ini, pihaknya mengusulkan alokasi pupuk bersubsidi sebanyak 19.874 ton. Namun sesuai SK Gubernur Jateng, alokasi yang disetujui hanya 19.018 ton.

Dengan demikian, ketersediaan pupuk memang kurang memadai. Diperkirakan sampai dengan musim tanam kedua, kekurangan urea mencapai 4.000 ton. Oleh karena itu, alokasi pupuk untuk musim tanam ketiga akan diambil untuk menambah kekurangan pada musim tanam ke dua.

Menurut dia, selain alokasi yang terbatas, salah satu kesalahan petani adalah tidak menggunakan pupuk secara berimbang. "Dengan pola taman yang benar saja pupuk tidak memadai, apabila pola tanamnya salah," ujarnya.

Sekretaris Komisi C DPRD Kabupaten Pemalang, Budi Haryanto mengatakan, pemerintah berencana menerapkan kartu kendali bagi pengecer. Hal itu untuk mengetahui penyaluran pupuk dalam satu wilayah, sehingga diketahui pula kebutuhan riil petani di wilayah tersebut.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com