Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mencicipi Kuliner Khas Kudus

Kompas.com - 16/05/2008, 15:27 WIB

Sayang, situasi ekonomi membuat usaha Sugiarto surut. "Sejak kenaikan harga BBM, semua barang-barang naik. Sekarang harga daging sekilo sudah Rp 50 ribuan. Saya jual sate per porsi isi 10 tusuk Rp 11 ribu. Relatif mahal.

Bandingkan dengan harga soto yang per porsi Rp 5 ribu. Meski begitu, hasilnya masih lumayan. Bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari," kata Sugiarto yang sehari menghabiskan sekitar 350 tusuk."Kalau pun sisa, jual sate kerbau tidak ada istilah rugi. Karena dibumbu dendeng, satai kerbau awet sampai tiga hari." Keuntungan dagang sate kerbau disebut Sugiarto maro, artinya separoh dari pendapatan kotor.

Dengan keuntungan itu, Sugiarto mampu mencukupi kebutuhan hidupnya. "Saya membangun rumah, juga dari hasil jualan satai. Anak-anak juga saya belikan sepeda motor," kata bapak lima anak yang masih terlihat sehat ini.

 

Pindang dan Soto Kerbau

Jam menunjuk angka 16.30. Sebuah warung mungil di Gang I, Kudus, sudah dipadati pembeli. Padahal, warung yang menjual menu utama pindang kerbau itu baru buka setengah jam kemudian. Seorang karyawan, masih menyiapkan dagangan.

Tepat jam 17.00, Mulyadi (58), si empunya warung, berboncengan sepeda motor dengan putrinya, sampai di sana. Mulyadi langsung melayani pelanggannya. Satu jam lebih NOVA di warung, pembeli tak pernah putus. Warungnya memang laris manis. "Paling-paling saya jualan hanya 3 jam, dagangan sudah habis," kisah Mulyadi.

Masakan pindang Mulyadi yang mirip rawon ini memang sudah tersohor. Ia sering menerima pesanan dari berbagai instansi baik pemerintah maupun swasta. "Sekali pesan bisa 1.000 - 1.500 porsi," kata Mulyadi yang mematok harga Rp 5 ribu untuk satu porsi nasi pindang dalam piring kecil beralas daun.

Begitu larisnya, hari-hari biasa Mulyadi butuh 12 kg daging, sedangkan untuk Sabtu dan Minggu melonjak sampai 15 kg. Sekilo daging bisa untuk 25 porsi. Tentu saja butuh waktu bagi Mulyadi untuk mencapai tingkat kelarisan seperti ini. "Saya mulai jualan tahun 1987. Awalnya, saya keliling dengan gerobak dorong. Sehari hanya perlu 2 kg daging. Saya mulai jualan habis Magrib sampai tengah malam," tutur pria yang sebelumnya kerja di percetakan ini.

Setelah tiga tahun keliling, Mulyadi mulai mangkal. Pelan-pelan, pelanggan mulai berdatangan. Ternyata, Mulyadi punya resep jitu agar pindangnya disukai. Pertama, tentu daging kerbau mesti empuk. "Butuh waktu lima jam untuk merebus.

Setelah itu, tentu saja bumbu yang pas." Sebelum resmi jualan, Mulyadi uji coba resepnya kepada lima sahabatnya. "Semula, hanya satu orang yang bilang enak. Setelah beberapa kali memasak, lama-lama semua bilang enak. Saya pun yakin, pindang saya memang enak. Saya pun mantap berjualan," kata bapak enam anak yang merahasiakan resep andalannya. "Ada yang minta saya untuk mengajari membuat pindang dengan imbalan Rp 10 juta, tapi saya tolak." Mulyadi mengungkapkan, di Kudus yang jualan pindang kerbau bisa dihitung dengan jari.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com