Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kesadaran yang Lahir dari Pinggiran Hutan Tangkoko

Kompas.com - 30/04/2008, 01:51 WIB

Kekhawatiran akan punahnya satwa-satwa Sulawesi yang dilindungi, membuat mereka dengan sukarela ikut menjaga dan melindungi kawasan konservasi yang tak jauh dari tempat tinggal mereka. Langkah para pemuda ini juga membantu petugas lapangan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulut di Tangkoko, yang hanya berjumlah delapan orang.

Dengan anggota hanya delapan orang, tentu petugas BKSDA tidak mampu mengawasi secara optimal, keempat kawasan konservasi yang memiliki luas total 8.718 hektar.

Para pemuda di kelurahan ini tidak bergerak sendiri. Langkah mereka didukung peneliti satwa liar Sulawesi, Dr Saroyo Sumarto, Wildlife Conservation Society (WCS) Indonesia Program dan berbagai kalangan seperti lembaga swadaya masyarakat (SLM) setempat dan pemerintah setempat.

Akhir Oktober 2007, KPA Tarantula mengikuti pendidikan dasar di seputar konservasi di kawasan cagar alam. Mereka mendapat materi tentang organisasi, konservasi, flora fauna, teknik mencari jejak, komunikasi, serta cara memandu wisatawan.

Lewat pendidikan dasar ini, para pemuda dipersiapkan menjadi pemandu wisata alam, asisten peneliti, dan berbagai aktivitas terkait dengan konservasi kawasan. ”Beberapa sudah belajar menjadi pemandu. Sayangnya, hingga kini mereka belum memiliki sekretariat tetap,” ujar Saroyo.

Saat ini selain mendampingi para peneliti dan wisatawan yang masuk di TWA Batuputih, para pemuda setempat juga ikut berpartisipasi memantau kawasan konservasi tersebut dengan ikut berpatroli bersama polisi hutan dari BKSDA Sulut, yang bertugas di kawasan konservasi tersebut.

”Kalau ikut patroli, kami sering menemukan alat perangkap yang dipasang untuk menangkap satwa. Kami juga sering menemukan kayu yang baru dipotong,” ujar beberapa anggota KPA Tarantula.

Punah secara lokal

Cerita Esli dan teman-teman mengenai punahnya babirusa dibenarkan para peneliti. Walaupun CA Tangkoko-Batuangus dan tiga kawasan konservasi lain dijuluki rumah atau tempat yang aman bagi beberapa satwa khas Sulawesi, menurut peneliti satwa liar Sulawesi Dr Saroyo Sumarto, sebenarnya saat ini beberapa satwa seperti burung maleo (Macrocephalon maleo) sangat sulit diamati di kawasan ini.

Demikian juga dengan anoa (Bubalus depressicornis). Beberapa peneliti meyakini spesies tersebut telah punah secara lokal. Bahkan yang hampir pasti punah dari kawasan ini adalah babirusa (Babyrousa babyrussa). ”Babirusa terakhir dilepas di Tangkoko sekitar tahun 1978 sampai sekarang tidak pernah ditemukan,” ujar Saroyo.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com