Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yaprak Sarma atau Dolma?

Kompas.com - 05/04/2008, 11:29 WIB

Karena terlalu bersemangat, saya sering memesan terlalu banyak meze, sehingga tidak mampu lagi memesan hidangan utama karena sudah terlanjur kenyang. Apalagi karena meze selalu disajikan bersama roti dalam jumlah yang cukup banyak. Rotinya sendiri pun kadang-kadang membuat kita kalap. Ada roti khusus semacam pita bread yang begitu tipis dan garing, tetapi disajikan masih menggelembung sesaat keluar dari oven panas. Ada pula roti yang dibuat dalam gentong tandoori seperti di India. Duh, enaknya! Top markotop!

Meze sebetulnya bukan monopoli Turki. Yunani yang berada di sisi Barat Laut Aegea juga mengenal konsep meze sebagai appetizer. Sekalipun bentuknya sangat mirip, namun penamaannya kadang-kadang lain. Terong bakar yang dihaluskan dan dicampur minyak wijen disebut baba ganoush atau melitzano salata di Yunani, tetapi disebut patlican salata di Turki. Hummus (chickpea dip) Yunani yang terkenal juga banyak dijumpai di Turki dengan nama sama. Saya sedikit kecewa karena di Turki tidak menemukan padanan tabouleh (slada dari parsley, tomat, dan ketimun – kadang-kadang ditambah couscous atau pine nuts) khas Yunani yang segar. Orang Turki sangat bangga dengan kulinernya, karena itu jangan coba-coba minta tabouleh di Turki.

Teman meze yang cocok sebetulnya adalah raki (baca rake), minuman beralkohol yang terbuat dari distilasi kulit anggur. Prosesnya sama dengan membuat grappa di Italia, tetapi derajat alkoholnya lebih rendah. Warnanya pun sama-sama bening transparan. Kalau grappa biasa diminum straight atau dicampur dengan kopi setelah makan, raki dicampur dengan air dan diperlakukan sebagai aperitif. Dalam satu gelas tinggi diisi sepertiganya dengan raki, kemudian duapertiganya diisi air. Anehnya, sekalipun keduanya bening, begitu dicampur akan berubah menjadi putih susu. Rasanya seperti pastise di Prancis.

Selain raki yang nyaris merupakan minuman wajib orang Turki yang sekuler, mereka juga banyak minum wine produksi dalam negeri. Kawasan Cappadocia di Turki Tengah, misalnya, sudah sejak zaman sebelum Masehi dikenal sebagai penghasil anggur yang bagus. Untuk melindungi produksi wine dalam negeri, Pemerintah Turki mengenakan pajak sebesar 300% untuk wine impor, dan 500% untuk sampanye. Untungnya, wine lokal cukup bagus mutunya – khususnya anggur merahnya.

Pada malam-malam panjang akhir pekan, khususnya di daerah sekitar Taksim Square yang merupakan downtown-nya Istanbul, banyak sekali orang menghabiskan waktu di kafe-kafe yang banyak terdapat di sana. Kalau sudah kebanyakan minum, mereka berjalan sempoyongan menuju bus dan trem.

Untungnya ada kokorec – jajanan pinggir jalan yang sangat khas dan sangat populer di Turki. Secara “penampakan”, kokorec mirip susis besar yang dipanggang dalam grill berputar. Tetapi, sebetulnya susis itu merupakan buntalan dari ratusan meter usus kambing yang telah dibersihkan.

Saya sendiri jadi ngiler ketika melihatnya dijual di pinggir jalan. Wuih, minyaknya sampai menetes-netes. Kalau sudah matang, dipotong kecil-kecil agar dapat dimakan dengan garpu kecil atau tusuk gigi. Karena sangat berlemak itulah maka kokorec dianggap ampuh untuk menangkal mabuk karena kebanyakan minum alkohol.

Di Taksim Square, banyak sekali tampak penjual kokorec di pinggir jalan. Bersaing dengan penjual kestane (kastanye, chestnut), dan jagung bakar maupun jagung rebus. Jajanan-jajanan ringan ini memang cocok dimakan tengah malam ketika dingin menusuk tulang dan alkohol mulai menggoyang keseimbangan.

Konon, dulu ada “cerita” bahwa Turki diizinkan bergabung ke dalam European Union (EU) kalau bersedia menghapus kokorec dari menu mereka. Alasannya, bangsa Eropa lainnya jijik melihat makanan yang dibuat dari usus kambing itu. Maka, tentu saja masih menurut “cerita”, bangsa Turki menolak mentah-mentah gagasan itu. “Mendingan tidak usah masuk EU asal boleh tetap makan kokorec.”

Hidup kokorec! He he he ...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com