JAKARTA, KAMIS - Rencana pemerintah membatasi pemakaian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis premium dan solar pada Mei 2008, menuai respons.
Anggota Tim Ahli Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada, Ichsanuddin Noorsy menilai, rencana pemerintah itu hanya tes uji respons masyarakat.
Ichsan memprediksi, pemerintah tidak akan berani mengulangi kesalahannya dalam pengambilan kebijakan terkait BBM seperti Oktober 2005 lalu.
"Dalam banyak hal, setelah kasus 2005 itu, pemerintah justru membuktikan kedunguannya dalam mengambil kebijakan. Mereka nggak akan berani mengulang dua kali, apalagi mendekati pemilu 2009," ujar Ichsan, Kamis (7/2).
Istilah "penghematan" yang digunakan pemerintah sebagai landasan penerapan kebijakan ini, juga dipandangnya sebagai upaya manipulatif. Artinya, kata dia, istilah ini digunakan untuk menutupi kondisi pemerintah yang kalut menghadapi krisis energi.
"Industri energi kita dalam posisi rawan, ditambah dengan pemerintah yang kalut memikirkan cara mengatasinya. Akhirnya, ambil jalan pintas dengan menyerahkannya ke pasar. Saya jamin ini akan memicu naiknya inflasi dan bukan tidak mungkin akan terjadi staglasi," lanjut Ichsan.
Bahkan, mantan anggota Komisi IX DPR ini mengatakan, pembatasan ini akan membuka peluang penyelundupan BBM lebih besar. Karena dibatasi, masyarakat akan tidak memiliki pilihan lain, meskipun harus membeli dengan harga tinggi. Kondisi ini, akan menjadi 'makanan empuk' bagi pihak-pihak pencari keuntungan.
"Selain itu, ketika permintaan pasar tidak dipenuhi, lalu suplai juga terbatas. Maka, yang terjadi adalah hambatan distribusi, dan gejaloak harga pasar tidak bisa dihindari sehingga akan mendorong kenaikan harga-harga," katanya
Mekanisme penggunaan kupon juga dinilai Ichsan tidak efektif, sebab, akan terjadi manipulasi dan pemalsuan. Apalagi, security printing-nya yang belum tentu bisa dijamin. "Uang yang ada hologramnya saja, bisa dipalsukan. Apalagi kupon begitu," kata dia.
Solusi yang ditawarkan Ichsan, pemerintah menyelesaikan akar masalah yang menimbulkan krisis energi. Salah satunya, membatasi pertumbuhan industri otomotif dan memperbaiki produktivitas energi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.