Atas pernyataan tersebut, Jokowi dinilai terlalu cawe-cawe atau terlalu ikut campur dalam urusan Pemilu 2024.
Meski menuai kritik, Jokowi tetap bersikukuh bahwa seorang presiden diperbolehkan ikut berkampanye.
Terlalu cawe-cawe
Pengamat politik Eep Saefulloh Fatah menilai, Jokowi terlalu ikut campur dalam Pemilu 2024.
Tindakan cawe-cawe yang dilakukan kepala negara tidak pernah terlihat sejak memasuki era Reformasi di mana presiden dipilih secara langsung oleh rakyat.
"Saya lihat bahwa sepanjang sejarah Reformasi, terutama sejak ada pemilihan presiden secara langsung 2004, di 2024 ini lah untuk pertama kali kita saksikan presiden cawe-cawe dengan amat sangat jauh," kata Eep di kawasan Cikini, Jakarta, Jumat (26/1/2024).
Menurut Eep, sikap cawe-cawe ini pun sudah diakui sendiri oleh Jokowi dalam beberapa kesempatan.
"Faktanya terlalu bertebaran, pernyataan pengakuannya juga sudah bertebaran di mana-mana," kata Eep.
Eep melanjutkan, sejarah mencatat bahwa Jokowi selalu memenangkan pemilihan yang ia ikuti, sejak memperebutkan kursi wali kota Solo, gubernur DKI Jakarta, maupun presiden selama dua periode.
Namun, ia menegaskan, Jokowi semestinya tidak ikut campur lagi dengan kontestasi politik karena konstitusi mengatur bahwa presiden maksimal menjabat selama dua periode.
"Harusnya 2024 ini mengulang peristiwa 2014, ketika pilpres tidak ada incumbent, tetapi 2024 cerita agak berbeda karena tidak ada incumbent, tetapi dengan keterlibatan imcumnent yang sangat jelas," ujar Eep.
Eep juga menilai bahwa cawe-cawe Jokowi ini tidak dilakukan dengan cara yang demokratis.
"Saya menyaksikan Pak Jokowi itu ingin menang tetapi tidak ingin menggunakan cara demokrasi," kata dia.
Layangkan surat
Sementara Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Rahmat Bagja mengungkap bahwa lembaganya sudah pernah menyurati Jokowi soal batasan-batasan yang boleh dilakukan presiden pada masa kampanye pemilu.
Menurut dia, surat itu sudah lama dilayangkan, bahkan sebelum Jokowi melontarkan pernyataan problematik soal presiden boleh memihak.
"Kami sudah ngirim surat ke Pak Presiden untuk kemudian dalam melakukan hal apapun juga yang berkaitan dengan sekarang masa tahapan kampanye, maka ada beberapa larangan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu," kata Bagja di kantor Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Ia menyebutkan, surat itu juga berisi pengingat kepada presiden soal batasan-batasan untuk para menteri yang merupakan pejabat di bawah kewenangan presiden.
"Kami mengingatkan, memberikan imbauan kepada Pak Presiden untuk, pertama, menteri-menterinya yang ada pada kewenangan beliau, juga tindakan-tindakan ke depan dalam kampanye," ujar Bagja.
Penegasan Jokowi
Di tengah badai kritik atas ucapannya, Jokowi pun kembali menegaskan bahwa seorang presiden dan bahkan wakil presiden boleh berkampanye.
Jokowi bilang bahwa hal itu sesuai dengan ketentuan Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Di sisi lain, Kepala Negara meminta agar pernyataannya tersebut tidak ditarik ke mana-mana.
"UU Nomor 7 tahun 2017 jelas menyampaikan di pasal 299 bahwa presiden dan wakil presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye, jelas," ujar Jokowi dalam konferensi pers di Istana Bogor.
"Itu yang saya sampaikan ketentuan mengenai UU pemilu, jangan ditarik kemana-mana," tegas ayah dari cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka itu.
Ia lalu menyinggung pasal lainnya, yakni pasal 281 UU Nomor 7 Tahun 2017 yang menjelaskan bahwa kampanye dan pemilu yang mengikutsertakan presiden dan wakil presiden harus memenuhi ketentuan.
Ketentuan yang dimaksud yakni tidak menggunakan fasilitas dalam jabatan kecuali fasilitas pengamanan, dan menjalani cuti di luar tanggungan negara.
"Sudah jelas semua kok, sekali lagi jangan ditarik kemana-mana, jangan diinterpretasikan kemana-mana, saya hanya menyampaikan ketentuan perundang-undangan karena ditanya," ungkapnya.
https://nasional.kompas.com/read/2024/01/27/06513641/kontroversi-presiden-boleh-kampanye-jokowi-dianggap-terlalu-ikut-campur