Salin Artikel

Rakyat Disebut Bebas Memilih dan Tak Boleh "Tersandera" Bansos

JAKARTA, KOMPAS.com - Kemerdekaan masyarakat buat menggunakan hak pilih dalam pemilihan umum (Pemilu) dan pemilihan presiden (Pilpres) 2024 harus dijamin dan tidak boleh terancam dengan oleh faktor apapun, termasuk kekhawatiran pencabutan bantuan sosial (bansos) hanya karena perbedaan preferensi politik.

Menurut Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, pemerintah pusat sampai desa yang berwenang mendata dan menyalurkan bansos tidak boleh menggunakan hal itu sebagai instrumen buat "menyandera" rakyat demi kepentingan elektoral pihak tertentu.

"Bansos itu kan sebenarnya hak mereka, tapi kemudian ketika mereka merasa ketakutan, itu problem besar dari integritas Pemilu kita," kata Titi dalam diskusi lembaga survei Indopol bertajuk 'Anomali Perilaku Pemilih Pemilu 2024 dan Perbedaan Hasil Lembaga Survei', di Tebet, Jakarta, seperti dikutip dari siaran streaming pada Kamis (25/1/2024).

Titi mengatakan, ciri-ciri Pemilu demokratis adalah rakyat sebagai pemilih terbebas dan merdeka penuh dari segala gangguan.

"Gangguan apa saja. Gangguan intimidasi fisik maupun verbal, mental psikologis, gangguan dari uang, gangguan dari disinformasi dan misinformasi, termasuk juga gangguan terkait dengan serangan terhadap sesuatu yang menjadi hak mereka," ujar Titi.

Maka dari itu, menurut Titi tidak patut jika bansos dijadikan cara buat menggiring masyarakat buat kepentingan elektoral pihak tertentu.

"Bansos ini kan hak mereka. Kalau ditanya tunda saja bansosnya? Saya juga tidak setuju. Masa kita menunda hak warga karena akibat dari ulah culas praktik-praktik oknum-oknum yang melakukan politisasi bansos. Itu juga tidak bertanggung jawab," papar Titi.

Apalagi, tak jarang Jokowi turun langsung untuk membagikan bansos tersebut kepada warga penerima bantuan, seperti yang baru-baru ini dilakukan Kepala Negara bersama Ibu Negara Iriana Jokowi di Jawa Tengah.

Ini dianggap tak lazim, terlebih dilakukan pada masa kampanye.

"Seperti biasanya kan dilakukan oleh paling tinggi bupati/walikota atau bahkan kepala desa, kepala RT RW malah di tempat saya. Tidak harus oleh presiden. Terlalu kentara menurut saya (bahwa) ada maksudnya," kata Erry kepada Kompas.com, Kamis (25/1/2024).

Ia menyoroti pembagian bansos yang dianggap lebih cepat dari biasanya sebagai bentuk "alat kampanye" memanfaatkan fasilitas negara.

"Kita kan bukan orang yang tidak paham," kata Erry.

"Yang biasanya akhir Maret tiba-tiba dimajukan ke Januari. Itu kan terlalu kentara untuk kita abaikan begitu saja," pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, Indopol tidak merilis terkait tingkat elektabilitas calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres) dan partai politik dalam penelitiannya yang dilaksanakan pada 8-15 Januari 2024 melibatkan 1.240 responden sebagai pemilih yang tersebar di 38 provinsi.

Keputusan Indopol tak merilis penelitian terhadap elektabilitas capres-cawapres dan partai politik lantaran terdapat penolakan dari warga terhadap penelitinya.

Penolakan ini diduga menyebabkan munculnya anomali undecided voters atau pemilih bimbang yang terbilang tinggi.

Hal ini seperti yang terjadi di beberapa wilayah di tiga provinsi, yakni Jawa Timur, Jawa Barat, dan Banten.

Di Jawa Timur, penolakan kehadiran peneliti Indopol terjadi di Surabaya, Kota Malang, Kota Blitar, dan Kabupaten Banyuwangi.

Indopol mengungkapkan, di empat wilayah tersebut, pihak kelurahan menolak memberikan stempel di lembar kartu keluarga (KK) warga yang menjadi responden Indopol.

Selain penolakan, pihak RT juga menyatakan tidak menerima kehadiran lembaga survei dengan dalih penelitian berlangsung ketika waktu semakin mendekati hari pencoblosan pada 14 Februari 2024.

"Alasannya karena survei dilaksanakan ketika waktu sudah mendekati pemilu agar wilayahnya tidak terpetakan. Terpetakan apa? Ini kaitannya hampir seluruhnya mengatakan takut ada imbas bantuan sosial," kata Direktur Eksekutif Indopol Ratno Sulistiyanto.

https://nasional.kompas.com/read/2024/01/25/17423981/rakyat-disebut-bebas-memilih-dan-tak-boleh-tersandera-bansos

Terkini Lainnya

Dewas KPK: Nurul Ghufron Teman dari Mertua Pegawai Kementan yang Dimutasi

Dewas KPK: Nurul Ghufron Teman dari Mertua Pegawai Kementan yang Dimutasi

Nasional
PKS Sebut Presidensialisme Hilang jika Jumlah Menteri Diatur UU

PKS Sebut Presidensialisme Hilang jika Jumlah Menteri Diatur UU

Nasional
Dewan Pers Tolak Revisi UU Penyiaran karena Penyelesaian Sengketa Jurnalistik Dialihkan ke KPI

Dewan Pers Tolak Revisi UU Penyiaran karena Penyelesaian Sengketa Jurnalistik Dialihkan ke KPI

Nasional
Anggota Komisi III: Pansel KPK Harus Paham Persoalan Pemberantasan Korupsi

Anggota Komisi III: Pansel KPK Harus Paham Persoalan Pemberantasan Korupsi

Nasional
KSAL: Pembangunan Scorpene 7 Tahun, Indonesia Perlu Kapal Selam Interim

KSAL: Pembangunan Scorpene 7 Tahun, Indonesia Perlu Kapal Selam Interim

Nasional
Pemerintahan Prabowo-Gibran Diminta Utamakan Peningkatan Pendidikan daripada Insfrastuktur

Pemerintahan Prabowo-Gibran Diminta Utamakan Peningkatan Pendidikan daripada Insfrastuktur

Nasional
UU Kementerian Negara Direvisi Usai Prabowo Ingin Tambah Jumlah Menteri, Ketua Baleg: Hanya Kebetulan

UU Kementerian Negara Direvisi Usai Prabowo Ingin Tambah Jumlah Menteri, Ketua Baleg: Hanya Kebetulan

Nasional
Dewan Pers Tolak Revisi UU Penyiaran Karena Melarang Media Investigasi

Dewan Pers Tolak Revisi UU Penyiaran Karena Melarang Media Investigasi

Nasional
Khofifah Mulai Komunikasi dengan PDI-P untuk Maju Pilkada Jatim 2024

Khofifah Mulai Komunikasi dengan PDI-P untuk Maju Pilkada Jatim 2024

Nasional
Gerindra Tegaskan Kabinet Belum Dibahas Sama Sekali: Prabowo Masih Kaji Makan Siang Gratis

Gerindra Tegaskan Kabinet Belum Dibahas Sama Sekali: Prabowo Masih Kaji Makan Siang Gratis

Nasional
Rapat Paripurna DPR: Pemerintahan Baru Harus Miliki Keleluasaan Susun APBN

Rapat Paripurna DPR: Pemerintahan Baru Harus Miliki Keleluasaan Susun APBN

Nasional
Dasco Sebut Rapat Pleno Revisi UU MK yang Dilakukan Diam-diam Sudah Dapat Izin Pimpinan DPR

Dasco Sebut Rapat Pleno Revisi UU MK yang Dilakukan Diam-diam Sudah Dapat Izin Pimpinan DPR

Nasional
Amankan Pria di Konawe yang Dekati Jokowi, Paspampres: Untuk Hindari Hal Tak Diinginkan

Amankan Pria di Konawe yang Dekati Jokowi, Paspampres: Untuk Hindari Hal Tak Diinginkan

Nasional
12.072 Jemaah Haji dari 30 Kloter Tiba di Madinah

12.072 Jemaah Haji dari 30 Kloter Tiba di Madinah

Nasional
Achanul Qosasih Dicecar Kode “Garuda” Terkait Transaksi Rp 40 Miliar di Kasus Pengkondisian BTS 4G

Achanul Qosasih Dicecar Kode “Garuda” Terkait Transaksi Rp 40 Miliar di Kasus Pengkondisian BTS 4G

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke