Hal ini disampaikan Ketua Sementara KPK Nawawi Pomolango dalam acara Penguatan Antikorupsi Untuk Penyelenggara Negara Berintegritas (Paku Integritas) pada Rabu (17/1/2024) malam.
Menurut Nawawi, pemeriksaan LHKPN oleh KPK dilakukan berdasarkan Undang-Undang (UU) nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Tetapi, dalam UU tersebut tidak disebutkan sanksi yang tegas.
“Undang-undang ini tidak menyebutkan sanksi yang tegas selain sanksi administrasi untuk ketidakpatuhan terhadap kewajiban,” kata Nawawi dalam acara yang digelar di Gedung Juang KPK, Rabu (17/1/2024).
“Akibatnya, saat ini kepatuhan penyampaian LHKPN secara lengkap diabaikan oleh sekitar 10.000 dari 371.000 penyelenggara negara,” ujarnya lagi.
Nawawi mengatakan, tingginya kasus korupsi menunjukan bahwa LHKPN hanya dianggap administratif. Terlebih, tidak ada sanksi bagi penyelenggara negara yang dalam LHKPN tidak mencantumkan seluruh harta.
Namun ironisnya, penyelenggara negara yang tidak menyampaikan LHKPN secara lengkap dan benar tetap diangkat sebagai pembantu presiden atau jabatan publik lainnya.
“Untuk itu, KPK minta komitmen nyata capres dan cawapres ketika nanti terpilih menguatkan peran LHKPN dengan pemberian sanksi berupa pemberhentian dari jabatan publik kepada pembantu presiden atau pimpinan instansi yang lembaganya tidak patuh terhadap kewajiban penyampaian LHKPN secara lengkap,” kata Nawawi.
“Demikian juga pemberhentian dari jabatan kepada penyelenggara negara ketika pemeriksaan LHKPN menunjukkan ada harta yang disembunyikan,” ujarnya lagi.
Menurut Nawawi, KPK akan membantu presiden dan wapres terpilih dalam pemeriksaan LHKPN calon pejabat tersebut.
“KPK siap menyampaikan hasil pemeriksaan LHKPN kepada presiden untuk ditindaklanjuti,” kata Nawawi.
https://nasional.kompas.com/read/2024/01/17/20573221/kpk-minta-komitmen-capres-cawapres-berhentikan-pejabat-yang-tak-patuh-lhkpn