Aset itu berupa dua unit kios dan satu mobil ini diduga merupakan hasil tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan oleh Rafael Alun.
“Menetapkan dua unit kios di Kalibata City, Tower Ebony, Lantai GF Blok E Nomor BM 08 dan Nomor BM 09 dan satu unit mobil VW Caravelle nomor polisi AB 1253 AQ disita kemudian dirampas untuk negara,” kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto saat membacakan tuntutan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (11/12/2023).
Dalam amar tuntutan tersebut, Jaksa juga meminta Rafael Alun maupun pihak lain yang menguasai dokumen asli atas barang yang disita dan dirampas untuk negara agar menyerahkannya ke KPK.
“Menetapkan agar terdakwa atau pihak-pihak yang mengusai dokumen asli bukti kepemilikan atas aset-aset yang dirampas untuk negara, menyerahkan kepada Penuntut Umum atau Jaksa Eksekusi,” ujar jaksa.
Terkait perkara ini, Jaksa KPK menuntut Rafael Alun dipidana selama 14 tahun penjara setelah dinilai terbukti menerima gratifikasi dan melakukan TPPU.
Rafael Alun juga dituntut pidana denda Rp 1 miliar subsider subsider enam bulan penjara. Lalu, dituntut pidana tambahan untuk membayar uang pengganti senilai Rp 18,9 miliar subsider tiga tahun kurungan.
Rafael Alun dinyatakan terbukti melanggar Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Kemudian, Rafel disebut melanggar Pasal 3 Ayat 1 huruf a dan c Undang-Undang nomor 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang jo pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Selain itu, Rafael Alun juga dinyatakan terbukti melanggar Pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Uang belasan miliar diterima oleh Rafael Alun dan istrinya melalui PT ARME, PT Cubes Consulting, PT Cahaya Kalbar dan PT Krisna Bali International Cargo.
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagai pejabat di DJP, Rafael Alun disebut bersama istrinya mendirikan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan dari pemeriksaan para wajib pajak.
Jaksa mengatakan, keduanya mendirikan PT ARME pada tahun 2022 dengan menempatkan Ernie Mieke sebagai Komisaris Utama.
Perusahaan ini menjalankan usaha-usaha di bidang jasa kecuali jasa dalam dalam bidang hukum dan pajak.
Namun, dalam operasionalya, PT ARME memberikan layanan sebagai konsultan pajak dengan merekrut seorang konsultan pajak bernama Ujeng Arsatoko.
Konsultan Pajak direkrut untuk bisa mewakili klien PT ARME dalam pengurusan pajak di Direktorat Jenderal Pajak.
Kemudian, Rafael juga mendirikan PT Cubes Consulting pada tahun 2008 dengan menempatkan adik dari istrinya bernama Gangsar Sulaksono sebagai pemegang saham dan Komisaris.
Rafael Alun juga mendirikan PT Bukit Hijau pada 2012 2012 dengan menempatkan istrinya sebagai komisaris di mana salah satu bidang usahanya menjalankan usaha di bidang pembangunan dan konstruksi.
Dari hasil penerimaan gratifikasi, Rafael Alun diduga melakukan pencucian uang untuk menyamarkan hasil pendapatan yang tidak sah itu.
https://nasional.kompas.com/read/2023/12/11/22091511/dalam-tuntutan-2-kios-di-kalibata-city-dan-mobil-vw-caravelle-milik-rafael