Trah Soekarno justru berperan penting dalam lobi-lobi di balik layar pada pemilu kali ini. Sebut saja Puan Maharani, Ketua DPR sekaligus Ketua DPP PDI-P yang belakangan bolak-balik menjadi "juru runding" partainya.
Meski Puan sejak tahun lalu digadang-gadang jadi calon kuat capres PDI-P, di mana hampir didukung semua kader partai banteng, Megawati berkata lain. Dia justru menunjuk Ganjar Pranowo sebagai bakal capres PDI-P.
Panggung Puan terbuka lebar pada pemilu kali ini. Dia Ketua DPR, seorang tokoh perempuan, dan cucu Bung Karno. Namun, Mega memiliki insting lain.
Sementara itu, anak Megawati yang lain yang juga aktif di PDI-P, Prananda Prabowo juga tak dpilih Megawati. Nanan, sapaan akrabnya, bisa dibilang adalah otak di balik mesin pemenangan Ganjar yang disiapkan Megawati.
Dia memegang kendali situation room PDI-P untuk memantau dinamika politik terkini. Dia juga berperan terhadap berbagai strategi konsolidasi partai hingga konseptor pidato Ketum PDI-P.
Namun, dengan segudang peran yang dimiliki Nanan, Megawati juga tak memaksakan anaknya di panggung Pilpres.
Sebelum menunjuk cawapres pendamping Ganjar, Mega menyatakan dirinya sudah memiliki nama cawapres.
Dia memastikan pemilihan cawapres Ganjar dilakukan secara matang, mendengar masukan banyak pihak, dan bukan demi kepentingan keluarganya.
"Tunggu dari mulut saya siapa pasangannya Pak Ganjar. Ya, masa Ibu salah pilih? Enggaklah. Itu bukan demi PDI Perjuangan semata," kata Megawati saat memberikan arahan kepada kader PDI-P secara virtual, Senin (16/10/2023).
"Lho, bukan hanya hitungan elektoral saja. Lho, itu bukan kepentingan saya pribadi atau keluarga, lho," tambahnya.
Pada acara pengumuman cawapres Ganjar kemarin, Mega pun mantap mengumumkan Mahfud MD sebagai pendamping Ganjar. Seorang tokoh NU, politisi kawakan dengan sejuta pengalaman. Dia pernah menjadi menteri, anggota DPR, bahkan pernah menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi.
Melihat hal ini, Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama Ari Junaedi menyebut Megawati memang memiliki keunikan tersendiri.
"Politisi paling senior saat ini, Bu Megawati Soekarnoputri memiliki keunikan tersendiri yakni tidak memaksakan putra-putrinya di posisi atau jabatan tertinggi," kata Ari Junaedi kepada Kompas.com, Rabu malam.
"Ketika Puan tidak meneruskan langkah politiknya untuk pencapresan, Bu Megawati tidak memaksakan diri untuk 'cawe-cawe' dan dirinya memberikan kursi itu untuk Ganjar Pranowo," nilai Ari
Ari juga menyoroti putra pertama Megawati yang bernama Mohammad Rizki Pratama atau akrab disapa Tatam.
Pada anak pertamanya, menurut Ari, Megawati tidak memaksakan menjadi ketua umum partai, wali kota, apalagi cawapres mengingat keinginan putranya tidak di politik.
"Hanya kepada dua anaknya dilibatkan di struktur DPP dan itu pun Prananda Prabowo tidak maju di Pemilu Legislatif," ucap Ari.
Melihat hal ini, Ari berpandangan bahwa Megawati telah memberikan warisan demokrasi yang luar biasa.
Selain itu, Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ini dianggap memberikan panutan soal kekuasaan.
"Dia (Megawati) tidak mengatur kehidupan dan jalan politik anak-anaknya," sebut Ari.
Menurut Ari, Megawati memiliki alasan tersendiri mengapa memberlakukan cara berpolitik yang demikian.
Kata dia, Megawati sepertinya tidak ingin PDI-P dianggap seolah kaca buram tentang kaderisasi.
"Dia tidak 'mentang-mentang' dan aji mumpung, tetapi ikut memberi jalan lahirnya pemimpin muda," tuturnya.
Ari melanjutkan, di PDI-P, proses pematangan politik pun pada akhirnya ditempa lewat Pilkada dan Pileg.
Proses penempaan ini melahirkan sosok pemimpin di antaranya Joko Widodo, Azwar Anas, Tri Rismaharini, Mochamad Nur Arifin hingga Hasto Wardoyo.
"Megawati begitu konsisten antara ucapan dan tindakan begitu selaras. Dia tidak plonga-plongo atau belak belok. Hanya sedikit ketua umum partai seperti Megawati yang mempunyai kenegarawanan level A," nilai Ari.
Meski trah Soekarno lagi-lagi tak ada di panggung Pilpres, namun dukungan cucu Bung Karno terlihat jelas dalam pengumuman Ganjar-Mahfud kemarin.
Nanan, Ganjar, dan Mahfud tampak berfoto bersama di depan lukisan Bung Karno yang sedang tersenyum.
Nanan berdiri di tengah. Dia diapit oleh Mahfud di sisi kiri, dan Ganjar di sebelah kanan. Ketiganya kompak tersenyum dan berjabat tangan.
Megawati mengingatkan momen penting yang diukir kemarin di kantor DPP PDI-P, Jalan Pangeran Diponegoro, Jakarta Pusat. Tak hanya soal deklarasi Ganjar-Mahfud, tetapi Mega mengingatkan di tempat itu, sebuah peristiwa bersejarah pernah terjadi dan diukir.
"Tempat ini menjadi saksi ketika kekuasaan otoriter Orde Baru mencoba meluluh-lantakkan kantor Partai Demokrasi Indonesia (PDI) belum pakai Perjuangan, pada 27 Juli 1996. Rakyat Indonesia mengenang peristiwa itu sebagai sebuah tonggak penting demokratisasi di Indonesia," kata dia.
"Melalui peristiwa itulah, kekuatan arus bawah bersatu guna mengoreksi total praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme atau yang pada waktu itu dikenal KKN," lanjut Mega.
Bagi Mega, sosok pemimpin tak lahir begitu saja dan meraih pucuk pimpinan tertinggi. Dia harus lahir dari tempaan perjuangan dan kesetiaan.
"Dari sejarah, kita belajar bahwa pemimpin harus lahir dari gemblengan lahir batin. Pemimpin seperti ini ditempa keteguhannya, memiliki kesetiaan pada prinsip. Kokoh pada jalan Pancasila, merakyat, visioner dan memiliki kemampuan profesional, setidaknya telah berprestasi dalam jabatan strategis di tingkat nasional, dan memiliki pengalaman konkret di pemerintahan," ungkap Megawati.
https://nasional.kompas.com/read/2023/10/19/07313241/belajar-dari-insting-megawati-antara-ganjar-mahfud-dan-trah-soekarno