Sebab, Jokowi kembali menekankan bahwa pemimpin yang akan menggantikan dirinya nanti haruslah sosok yang pemberani, bernyali, dan berani mengambil risiko.
"Kalau Jokowi menegaskan soal perlunya pemimpin bernyali dan berani, tampaknya itu lebih dekat ke karakter Prabowo," ujar Djayadi saat dimintai konfirmasi, Minggu (8/10/2023).
Djayadi mengungkapkan, berdasarkan riset, publik mengharapkan pemimpin yang memiliki karakter merakyat, tegas berwibawa, jujur, dan pintar.
Sementara itu, menurutnya, publik menilai Prabowo termasuk ke dalam salah satu kriteria di atas, yakni tegas dan berwibawa.
"Kita semua tahu, Pak Jokowi sangat memperhatikan hasil-hasil riset opini publik lewat survei," kata Djayadi.
Salah satunya, sosok yang memiliki nyali tinggi dalam menghadapi berbagai persoalan bangsa.
"Karena memang sekali lagi, ke depan dibutuhkan pemimpin yang memiliki keberanian, dibutuhkan pemimpin yang bernyali, memiliki nyali yang tinggi, dibutuhkan pemimpin yang berani mengambil risiko," ujar Jokowi saat memberikan pidato pada Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Solidaritas Ulama Muda Jokowi yang digelar di Istora Senayan, Jakarta, Sabtu (7/10/2023).
"Karena yang dihadapi ke depan akan makin kompleks. Makin sulit, dan makin tidak mudah," katanya menegaskan.
Jokowi lantas menjelaskan contoh situasi tantangan yang dihadapi Presiden Indonesia, yakni ketika memutuskan hilirisasi nikel.
Keinginan itu digugat oleh Uni Eropa. Jika Presiden mendatang takut dan mundur, menurutnya, ekspor Indonesia hanya akan berupa bahan mentah saja.
Padahal, hasil tambang yang dimiliki Indonesia bukan hanya nikel.
"Kita punya nikel, punya tembaga, punya bauksit, punya timah dan lain-lainnya banyak yang lain yang sudah lebih dari 400 tahun sejak VOC kita ekspor selalu mentahan sehingga nilai tambah tidak ada, nilai ekonomi rendah," ujar Jokowi.
"Kita baru stop (ekspor) nikel (tahun) 2020 saja kita digugat oleh Uni Eropa dibawa ke WTO digugat, banyak menteri bertanya ke saya, 'Pak ini kita digugat'. Ya saya bilang digugat, ya dihadapi. Carikan pengacara yang baik, kita hadapi, jangan digugat negara besar kita mundur, enggak jadi lagi barang ini nanti. Benar tidak?" katanya lagi.
Jokowi pun mengungkapkan ada nilai tambah dari ekspor barang hasil hilirisasi.
"Banyak yang bertanya, ini yang mengelola nikel kan perusahaan besar benar kan? Terus rakyat dapat darimana. Perlu saya jelaskan saat kita ekspor bahan mentah itu pertahun nilainya kira-kira Rp 17 triliun, setelah diolah menjadi barang jadi, besi baja, dan lainnya, stainless steel nilainya menjadi Rp 510 triliun," kata Jokowi.
"Ada yang bertanya ke saya, 'Pak tapi itu yang dapat kan perusahaan'. Ingat! Kita dapat Rp 17 triliun, itu kan dipungut pajak mereka, pajak perusahaan, pajak karyawan, pajak PPN, bea eksport, PNBP, pungut semua ini. Negara dapat lebih banyak mana? Rp 17 triliun atau Rp 510 triliun?" ujarnya lagi.
https://nasional.kompas.com/read/2023/10/08/18261611/jokowi-sebut-kriteria-pemimpin-berani-dan-bernyali-pengamat-tampaknya