JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dianggap sedang memainkan jurus menebar ketakutan dalam politik (politic of fear), melalui pernyataannya tentang kepemilikan data intelijen soal kondisi internal dan agenda partai-partai politik.
"Kondisi ini berpotensi menciptakan politic of fear yang digunakan oleh presiden dengan kekuasaannya untuk kemudian pada gilirannya menebar ketakutan kepada para pihak yang terlibat dalam kepentingan elektoral mendatang, terutama yang tidak segaris dengan pandangannya," kata Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRP BRIN) Firman Noor, dalam webinar melalui kanal YouTube BRIN, seperti dikutip pada Kamis (21/9/2023).
Firman mengatakan, dalam negara yang mempraktikkan demokrasi, semestinya presiden berdiri di atas semua kekuatan politik. Walaupun harus diakui presiden berasal dari salah satu kekuatan politik atau parpol tertentu.
"Jadi posisi presiden sebenarnya tidak boleh ingin tahu atau mendapatkan informasi terkait dengan kekuatan politik di luar partainya yang ada di Indonesia," ucap Firman.
Selain itu, Firman menganggap pernyataan Presiden bisa ditafsirkan sebagai sebuah peringatan kalau dia sudah mengetahui isi "dapur" setiap parpol. Seperti kondisi internal partai, keragaman pandangan, maupun keberpihakan dan peta politik.
"Termasuk bisa jadi dalam pencalonan pemilihan presiden baik yang pro maupun kontra di partai-partai tertentu," ujar Firman.
Melalui kajian itu Firman juga menyampaikan pernyataan Jokowi sebenarnya memperlihatkan presiden sudah melanggar prinsip demokrasi.
"Presiden sudah melanggar prinsip demokrasi 'terlalu jauh ke dalam' (in too deep) hingga mengetahui dinamika internal partai politik," ucap Firman.
Bahkan menurut analisis Firman, Jokowi tinggal selangkah lagi buat benar-benar melakukan intervensi secara tidak langsung dalam mengintrusi partai-partai politik.
Menurut Firman, negara seharusnya membina, membesarkan, dan memperkuat parpol. Negara juga seharusnya melakukan investasi besar-besaran terhadap parpol supaya praktik demokrasi semakin kuat, bukan malah mengintai mereka.
"Karena tidak ada demokrasi yang kuat tanpa partai politik yang kuat. Partai politik seharusnya tidak dianggap sebagai ancaman sebab merupakan penggerak demokrasi," ujar Firman.
Pernyataan itu disampaikan Jokowi saat membuka Rapat Kerja Nasional Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi di Hotel Salak, Bogor, Sabtu (16/9/2023) pekan lalu.
"Saya tahu dalamnya partai seperti apa saya tahu, partai-partai seperti apa saya tahu. Ingin mereka menuju ke mana juga saya ngerti," kata Jokowi.
Jokowi tidak membeberkan informasi apa yang ia ketahui dari partai-partai politik itu.
Ia hanya menjelaskan informasi itu ia dapat dari aparat intelijen yang berada di bawah kendalinya, baik itu Badan Intelijen Negara (BIN), Polri, maupun Badan Intelijen Strategis (BAIS) Tentara Nasional Indonesia (TNI).
"Dan informasi-informasi di luar itu, angka, data, survei, semuanya ada, dan itu hanya miliknya presiden karena dia langsung ke saya," ujar Jokowi.
https://nasional.kompas.com/read/2023/09/22/06100051/jokowi-pegang-rahasia-dapur-parpol-brin--menciptakan-politic-of-fear-