JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Demokrat dikabarkan bergabung ke Koalisi Indonesia Maju, mendukung bakal calon presiden (capres) Prabowo Subianto.
Demokrat berpaling dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan setelah bakal capres Anies Baswedan menggandeng Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres).
Dengan demikian, diperkirakan akan ada tiga poros politik pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2024. Dibanding dua poros lainnya, koalisi pendukung Prabowo menjadi yang paling gemuk.
Kehadiran SBY
Kabar bergabungnya Demokrat ke Koalisi Indonesia Maju (KIM) diungkap oleh elite partai pendukung Prabowo. Para ketua umum partai politik (parpol) anggota KIM bahkan menggelar pertemuan di kediaman Prabowo di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Minggu (17/9/2023) sore untuk menyambut bergabungnya Demokrat.
Hadir dalam pertemuan itu, Prabowo sebagai bakal capres sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan, dan Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta. Keempat partai ditambah Partai Bulan Bintang (PBB) merupakan anggota Koalisi Indonesia Maju.
Selain keempat tokoh tersebut, hadir pula Ketua Umum Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) Agus Jabo, Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Giring Ganesha, dan Ketua Umum Partai Garuda Ahmad Ridha Sabana.
Kabarnya, dalam pertemuan itu juga hadir Ketua Majelis Tinggi sekaligus mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“SBY sudah di Hambalang,” kata Zulhas, sapaan akrab Zulkifli Hasan, kepada Kompas.com, Minggu (17/9/2023).
“Ahlan wa sahlan saudaraku Partai Demokrat bergabung ke KIM,” tuturnya.
Sementara, Wakil Ketua Umum PAN Viva Yoga mengatakan, salah satu alasan bergabungnya Demokrat ke Koalisi Indonesia Maju ialah karena SBY nyaman dengan Prabowo. Viva bilang, SBY bakal ikut memperjuangkan kemenangan Menteri Pertahanan itu.
“Pak SBY sendiri menyatakan akan ikut turun gunung untuk mau memperjuangkan Pak Prabowo menjadi Presiden,” kata Viva Yoga saat ditemui di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Minggu.
Belum resmi
Demokrat pun telah angkat bicara terkait ini. Koordinator juru bicara Demokrat Herzaky Mahendra Putra mengatakan, arah dukungan Partai Demokrat baru akan ditentukan dalam rapat pimpinan nasional (rapimnas) partai pada Kamis (21/9/2023).
"Untuk keputusan resmi Demokrat bergabung dengan koalisi atau kerja sama untuk Pilpres 2024, akan disampaikan secara langsung oleh Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono, pada Rapimnas Partai Demokrat, hari Kamis, 21 September 2023," kata Herzaky dalam keterangan tertulis, Minggu (17/9/2023).
Herzaky mengakui bahwa SBY hadir dalam pertemuan bersama para ketua umum partai politik pendukung Prabowo di Hambalang, Minggu sore. Namun, menurutnya, kehadiran SBY itu hanya silaturahmi biasa, bukan menandakan bergabungnya Demokrat ke Koalisi Indonesia Maju.
"Agenda hari ini adalah silaturahmi kebangsaan bersama presiden ke-6 Republik Indonesia, Bapak Prof. Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono," ujar Herzaky.
Tiga poros
Jika benar Demokrat bergabung ke koalisi pendukung Prabowo, maka, besar kemungkinan pilpres mendatang akan diramaikan oleh tiga poros politik.
Pertama, Koalisi Indonesia Maju yang mendukung pencapresan Prabowo, terdiri dari Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Demokrat. Selain itu, ada pula Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Gelora sebagai parpol non Parlemen.
Lalu, ada Koalisi Perubahan untuk Persatuan yang menjagokan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar sebagai capres-cawapres. Keduanya didukung oleh Partai Nasdem, PKB, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Ketiga, ada PDI Perjuangan yang mencapreskan Ganjar Pranowo, didukung oleh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan dua parpol non Parlemen yakni Partai Persatuan Indonesia (Perindo) dan Partai Hanura.
Dengan pemetaan demikian, koalisi pendukung Prabowo menjadi yang paling gemuk. Jika digabungkan, suara parpol pendukung Prabowo pada Pemilu 2019 mencapai 39,4 persen atau 261 kursi DPR RI.
Perinciannya, Partai Gerindra (12,57 persen atau 78 kursi), Partai Golkar (12,31 persen atau 85 kursi), Partai Demokrat (7,77 persen atau 54 kursi), dan PAN (6,84 persen atau 44 kursi).
Lalu, masih merujuk pada Pemilu 2019, Koalisi Perubahan untuk Persatuan mengantongi 26,95 persen suara atau 167 kursi DPR RI. Angka tersebut merupakan gabungan dari suara Partai Nasdem (9,05 persen atau 59 kursi), PKB (9,69 persen atau 58 kursi), dan PKS (8,21 persen atau 50 kursi).
Ketiga poros koalisi memenuhi presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden yang mensyaratkan capres-cawapres diusung partai atau gabungan partai dengan minimal perolehan 20 persen dari kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional pada Pemilu 2019.
Tak jamin kemenangan
Direktur Nusakom Pratama Institute, Ari Junaedi, menilai, mengingat pendaftaran peserta Pilpres 2024 kurang dari sebulan lagi, besar kemungkinan hanya akan ada tiga koalisi partai politik, bukan empat.
Meski koalisi pendukung Prabowo menjadi yang paling gemuk, menurut Ari, itu tak menjadi jaminan kemenangan.
“Dalam kontestasi pilpres, tidak selalu linear antara kemenangan dengan jumlah banyaknya partai dalam koalisi,” katanya kepada Kompas.com, Senin (18/9/2023).
Ari menyebut, semakin gemuk koalisi, justru semakin rumit membangun koordinasi antarpartai politik. Baik itu untuk menentukan cawapres, maupun ketika mempersiapkan kampanye.
Meski bekerja sama dalam satu koalisi, setiap parpol diyakini akan mementingkan ego masing-masing. Parpol cenderung ingin memenangkan partai mereka sendiri ketimbang capres-cawapres yang mereka dukung.
“Ego partai pasti ingin memenangkan partai, bukan sosok capres,” ujarnya.
Lagipula, lanjut Ari, dukungan massa partai politik tak selalu sejalan dengan kandidat capres-cawapres. Artinya, meski suara koalisi besar dan beragam dari berbagai partai, belum tentu massa pendukungnya memilih capres-cawapres yang diusung koalisi tersebut.
“Hasil survei terbaru dari Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) membuktikan kalau loyalitas kader partai tidak identik selalu memilih capres-cawapres yang diusung partainya,” kata Ari.
“Misalnya Demokrat, kefanatikan kader dan simpatisan Demokrat ternyata ada yang memilih Ganjar di 33 persen, sementara yang memilih Anies masih 22 persen dan yang memilih Prabowo di 39 persen,” tutur dosen Universitas Indonesia (UI) itu.
https://nasional.kompas.com/read/2023/09/18/08113231/gemuknya-koalisi-prabowo-jika-demokrat-gabung-didukung-4-parpol-parlemen