Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Perguruan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek, Nizam mengatakan, bentuk tugas akhir yang beragam justru membuat kreativitas mahasiswa terasah sehingga plagiarisme bisa dihindari.
"Memberikan ruang yang lebih beragam ini, otentisitas karya itu harusnya lebih tinggi," kata Nizam dalam konferensi pers di Kemendikbudristek, Jakarta Pusat, Jumat (1/9/2023).
Nizam menyampaikan bahwa tugas akhir bersifat individu atau berkelompok-kelompok. Meski tiap individu atau kelompok diberikan tugas yang sama, hasil akhirnya tidak akan sama persis.
Demikian juga, meski judul tugas akhir sama, metode yang diambil tiap individu atau kelompok berbeda. Meskipun metodenya sama, belum tentu setiap individu maupun kelompok tersebut bisa melakukan hal yang sama.
"Misalnya (mahasiswa teknik sipil) mendesain pelabuhan, tidak ada pelabuhan di dunia ini yang sama persis, pasti ada variasinya. Meski dia mencontoh metode sama persis dengan temannya, belum tentu dia bisa melakukan hal yang sama. Hasil akhirnya juga akan berbeda," ujar Nizam.
Menurutnya, untuk memastikan hal itu, dosen pembimbing atau dosen wali harus membimbing mahasiswanya.
"Yang paling penting tergantung pada diri mahasiswa yang melakukan tugas tersebut. Kuncinya kembali pada masing-masing orang. Kalau dia berintegritas, dia tidak akan curang. Kalau dia tidak berintegritas, dia akan berusaha mencari cara jalan pintas" kata Nizam.
Aturan baru tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
Melalui aturan baru, skripsi, tesis, maupun disertasi tidak lagi wajib. Mahasiswa melalui kebijakan perguruan tinggi masing-masing, bisa mengambil syarat kelulusan yang lain selain skripsi, dalam bentuk project base, prototype dan sebagainya.
https://nasional.kompas.com/read/2023/09/01/22010761/kemendikbudristek-bantah-aturan-skripsi-tak-lagi-wajib-melanggengkan