Salin Artikel

Ketimbang Amendemen UUD 1945, MPR Diminta Fokus Perbaiki Problem Legislasi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ide mengembalikan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI sebagai lembaga tertinggi negara dinilai tidak mendesak.

Ketimbang mengusulkan perubahan konstitusi untuk mewujudkan gagasan tersebut, MPR yang anggotanya terdiri dari DPR dan DPD diminta fokus pada upaya perbaikan proses pembentukan undang-undang.

“DPR dan DPD untuk fokus dan berkomitmen menyelesaikan perencanaan legislasi pada Prolegnas (Program Legislasi Nasional) 2019-2024,” kata Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia, Violla Reininda, kepada Kompas.com, Jumat (18/8/2023).

Violla mengatakan, masih banyak persoalan dalam proses pembentukan sejumlah undang-undang. Misalnya, terkait pelibatan partisipasi publik, aksesibilitas dan transparansi dokumen, serta akuntabilitas proses pembentukan undang-undang.

Berbagai problem ini tercermin dari proses pembentukan Undang-undang Kesehatan dan pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Cipta Kerja menjadi UU.

Performa pencapaian legislasi di DPR juga masih belum memuaskan. Terhitung sejak 2019 hingga ditutupnya masa sidang ke-5 tahun 2022-2023, DPR bersama pemerintah “hanya” menyelesaikan 64 rancangan undang-undang (RUU) menjadi UU.

Jika dibandingkan dengan jumlah RUU prioritas pada 2019-2024 yaitu sebanyak 259 RUU, capaian tersebut baru mencapai 25 persen. Padahal, masa jabatan legislator hanya tersisa satu tahun.

Lebih dari itu, jumlah 64 RUU yang disahkan tidak seluruhnya merupakan UU yang diprioritaskan pada Program Legislasi Nasional 2019-2024.

“Meski pembahasan RUU prioritas tahun 2023 belum usai, catatan PSHK menunjukkan besarnya potensi capaian pengesahan RUU tidak mencapai target,” kata Violla.

Menurut PSHK, mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara sudah tidak relevan dengan sistem pemerintahan Indonesia saat ini. Gagasan tersebut bahkan cenderung melemahkan sistem presidensiil yang telah dibangun selama era Reformasi.

Violla mengatakan, ide ini bukan solusi yang tepat untuk mempertahankan keberlanjutan pembangunan dan penyerapan aspirasi publik dalam pembentukan kebijakan.

“Gagasan amendemen UUD 1945 yang diusulkan saat ini tidak mendesak dan justru menunjukkan kemunduran yang kental dengan otoritarianisme,” kata Violla.

“Selain itu, usulan amandemen UUD 1945 juga tidak mengindikasikan upaya penguatan ketatanegaraan, rule of law, dan demokrasi di Indonesia,” tuturnya.

Dikhawatirkan, perubahan-perubahan fundamental dalam UUD 1945, seperti mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara, bakal mengesampingkan nilai-nilai partisipasi publik dan penguatan ketatanegaraan, sehingga berpotensi menghadirkan amendemen konstitusi yang inkonstitusional.

“Berdasarkan catatan-catatan yang telah diuraikan di atas, PSHK mendesak MPR untuk menghentikan upaya amendemen UUD 1945, utamanya terkait penghidupan kembali pokok-pokok haluan negara, menempatkan MPR sebagai lembaga tinggi negara, dan mengembalikan utusan golongan dan utusan daerah di MPR,” tuturnya.

Sebelumnya diberitakan, Ketua MPR RI dan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI kompak mengusulkan agar MPR dikembalikan jadi lembaga tertinggi negara.

Gagasan ini disampaikan di hadapan Presiden, Wakil Presiden, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, para menteri, dan jajaran pejabat tinggi negara lainnya dalam Sidang Tahunan MPR 2023, Rabu (16/8/2023).

“Idealnya memang, MPR RI dikembalikan menjadi lembaga tertinggi negara sebagaimana disampaikan Presiden ke-5 Republik Indonesia, Ibu Megawati Soekarnoputri, saat Hari Jadi ke-58 Lemhannas tanggal 23 Mei 2023 yang lalu,” kata Ketua MPR RI Bambang Soesatyo dalam pidatonya di Gedung Kura-kura Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Menurut Bamsoet, demikian sapaan akrabnya, ada persoalan-persoalan negara yang belum mampu terjawab oleh Undang-Undang Dasar 1945.

Sementara, Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti dalam pidatonya menyampaikan, pihaknya mengusulkan agar MPR kembali jadi lembaga tertinggi dengan alasan demokrasi.

“Mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara, sebagai sebuah sistem demokrasi yang berkecukupan, yang menampung semua elemen bangsa, yang menjadi penjelmaan rakyat sebagai pemilik dan pelaksana kedaulatan,” katanya.

Dalam kesempatan yang sama, La Nyalla juga menyinggung tentang sistem pemilihan presiden secara langsung yang menurutnya mahal dan justru merusak persatuan bangsa.

“Pemilihan Presiden secara langsung yang kita adopsi begitu saja telah terbukti melahirkan politik kosmetik yang mahal dan merusak kohesi bangsa. Karena batu uji yang kita jalankan dalam mencari pemimpin nasional adalah popularitas yang bisa difabrikasi,” ujar La Nyalla.

Gagasan ini menuai respons yang beragam dari sejumlah pihak. Pasalnya, mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara berimplikasi pada sistem pemilihan presiden tidak langsung.

Jika MPR kembali jadi lembaga tertinggi negara, maka, presiden dan wakil presiden akan dipilih oleh MPR itu sendiri.

https://nasional.kompas.com/read/2023/08/18/13301301/ketimbang-amendemen-uud-1945-mpr-diminta-fokus-perbaiki-problem-legislasi

Terkini Lainnya

Jemaah Haji Diimbau Tidak Umrah Sunah Berlebihan, Masih Ada Puncak Haji

Jemaah Haji Diimbau Tidak Umrah Sunah Berlebihan, Masih Ada Puncak Haji

Nasional
Polisi Arab Saudi Tangkap 37 WNI Pakai Visa Ziarah untuk Berhaji di Madinah

Polisi Arab Saudi Tangkap 37 WNI Pakai Visa Ziarah untuk Berhaji di Madinah

Nasional
Temani Jokowi Peringati Hari Pancasila, AHY: Jangan Hanya Peringati, tapi Dijiwai

Temani Jokowi Peringati Hari Pancasila, AHY: Jangan Hanya Peringati, tapi Dijiwai

Nasional
Tak Persoalkan Anies dan Sudirman Said Ingin Maju Pilkada Jakarta, Refly Harun: Kompetisinya Sehat

Tak Persoalkan Anies dan Sudirman Said Ingin Maju Pilkada Jakarta, Refly Harun: Kompetisinya Sehat

Nasional
Peringati Hari Lahir Pancasila, AHY: Pancasila Harus Diterapkan dalam Kehidupan Bernegara

Peringati Hari Lahir Pancasila, AHY: Pancasila Harus Diterapkan dalam Kehidupan Bernegara

Nasional
Prabowo Sebut Diperintah Jokowi untuk Bantu Evakuasi Warga Gaza

Prabowo Sebut Diperintah Jokowi untuk Bantu Evakuasi Warga Gaza

Nasional
Simpul Relawan Dorong Anies Baswedan Maju Pilkada Jakarta 2024

Simpul Relawan Dorong Anies Baswedan Maju Pilkada Jakarta 2024

Nasional
Pemerintah Klaim Dewan Media Sosial Bisa Jadi Forum Literasi Digital

Pemerintah Klaim Dewan Media Sosial Bisa Jadi Forum Literasi Digital

Nasional
Prabowo Kembali Serukan Gencatan Senjata untuk Selesaikan Konflik di Gaza

Prabowo Kembali Serukan Gencatan Senjata untuk Selesaikan Konflik di Gaza

Nasional
Kloter Terakhir Jemaah Haji Indonesia di Madinah Berangkat ke Mekkah

Kloter Terakhir Jemaah Haji Indonesia di Madinah Berangkat ke Mekkah

Nasional
PKB Beri Rekomendasi Willem Wandik Maju Pilkada Papua Tengah

PKB Beri Rekomendasi Willem Wandik Maju Pilkada Papua Tengah

Nasional
Mengenal Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Diisi Petinggi Gerindra

Mengenal Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Diisi Petinggi Gerindra

Nasional
Sebut Serangan ke Rafah Tragis, Prabowo Serukan Investigasi

Sebut Serangan ke Rafah Tragis, Prabowo Serukan Investigasi

Nasional
Refly Harun Sebut Putusan MA Sontoloyo, Tak Sesuai UU

Refly Harun Sebut Putusan MA Sontoloyo, Tak Sesuai UU

Nasional
Mendag Apresiasi Gerak Cepat Pertamina Patra Niaga Awasi Pengisian LPGĀ 

Mendag Apresiasi Gerak Cepat Pertamina Patra Niaga Awasi Pengisian LPGĀ 

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke