Salin Artikel

Pakar Sebut Pidana Penjara Seumur Hidup Ferdy Sambo Bisa Berkurang lewat KUHP Baru

Diketahui, Mahkamah Agung (MA) mengubah putusan mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu dari pidana mati menjadi penjara seumur hidup dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

"Jadi apakah hukuman penjara seumur hidup Ferdy Sambo bisa turun lagi nantinya? Dari paparan di atas bisa disebutkan kemungkinan itu masih ada, meski prosesnya panjang," kata Albert Aries kepada Kompas.com, Rabu (9/8/2023).

KUHP baru belum berlaku

Albert mengatakan, KUHP baru saat ini belum berlaku sebagai hukum positif. Sementara putusan Ferdy Sambo dengan sejumlah pengurangan yang ada sudah berkekuatan hukum tetap atau ikracht.

Menurutnya, apabila pada perjalanan perkara Ferdy Sambo hukuman itu tidak berubah, maka Pasal 69 KUHP bisa berlaku jika beleid Undang-Undang Nomor 1 Tahun 202 itu sudah resmi berlaku pada 2 Januari 2026.

Berikut bunyi Pasal 62 tersebut:

  1. Jika narapidana yang menjalani pidana penjara seumur hidup telah menjalani pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) tahun, pidana penjara seumur hidup dapat diubah menjadi pidana penjara 20 (dua puluh) tahun dengan Keputusan Presiden (Keppes) setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung.
  2. Ketentuan mengenai tata cara perubahan pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara 20 (dua puluh) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

"Kalau seandainya nanti suatu hari KUHP baru berlaku, dan putusan dari yang bersangkutan, enggak berubah, tetap seumur hidup, maka Pasal 69 KUHP Baru ini bisa berlaku dengan catatan yang bersangkutan harus menjalani dulu pidana penjara paling singkat 15 tahun," kata Albert.

"Nanti dengan Keppres dan pertimbangan dari Mahkamah Agung (MA), itu tentunya berjenjang ya prosesnya, itu bisa saja diubah pidana penjara paling lama 20 tahun," ujar mantan juru bicara sosialisasi Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP itu.

Namun, menurut Albert, prosesnya perubahan hukuman tidak otomatis dapat berlaku.

Ia mengatakan, Ferdy Sambo harus terlebih dahulu menyampaikan permohonan. Meskipun demikian, mekanisme lebih jelasnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah, dan tergantung dari pertimbangan MA, serta bagaimana Keputusan Presiden nantinya.

"Sifatnya akan diatur melalui permohonan. Nanti akan ada Peraturan Pemerintah yang mengatur secara teknis, bahasa hukumnya jadi enggak 'mutatis mutandis'. Artinya, belum tentu juga MA memberikan pertimbangan itu. Sebaliknya, belum tentu juga Presiden mengeluarkan Keputusan tersebut," kata Albert.

Ia juga menyinggung pernyataan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI Ketut Sumedana yang mengakui bahwa jaksa tak memiliki kewenangan mengajukan PK.

Hal itu didasari pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 20/PUU-XXI/2023 tanggal 14 April 2023 yang menggugurkan kewenangan jaksa mengajukan PK.

"Berbicara soal PK, sayangnya putusan Ferdy Sambo yang menjadi seumur hidup bui itu tidak bisa dilawan jaksa lagi," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, MA dalam putusan kasasi menganulir hukuman mati terhadap Ferdy Sambo menjadi hukuman penjara seumur hidup. Putusan itu dibacakan dalam sidang pengucapan pada Selasa (8/8/2023) lalu.

Putusan kasasi ini ditangani oleh lima Hakim MA, yakni Hakim Agung Suhadi sebagai Ketua Majelis, bersama empat anggotanya yaitu Suharto, Jupriyadi, Desnayeti, dan Yohanes Priyana.

https://nasional.kompas.com/read/2023/08/10/09394851/pakar-sebut-pidana-penjara-seumur-hidup-ferdy-sambo-bisa-berkurang-lewat

Terkini Lainnya

Cuaca di Arab Saudi 40 Derajat, Jemaah Haji Diminta Jaga Kesehatan

Cuaca di Arab Saudi 40 Derajat, Jemaah Haji Diminta Jaga Kesehatan

Nasional
 Saksi Ungkap Direktorat di Kementan Wajib Patungan untuk Kebutuhan SYL

Saksi Ungkap Direktorat di Kementan Wajib Patungan untuk Kebutuhan SYL

Nasional
Pertamina Patra Niaga Akan Tetap Salurkan Pertalite sesuai Penugasan Pemerintah

Pertamina Patra Niaga Akan Tetap Salurkan Pertalite sesuai Penugasan Pemerintah

Nasional
Menteri KKP Targetkan Tambak di Karawang Hasilkan 10.000 Ikan Nila Salin Per Tahun

Menteri KKP Targetkan Tambak di Karawang Hasilkan 10.000 Ikan Nila Salin Per Tahun

Nasional
KPK Percaya Diri Gugatan Praperadilan Karutan Sendiri Ditolak Hakim

KPK Percaya Diri Gugatan Praperadilan Karutan Sendiri Ditolak Hakim

Nasional
Soal Kasus Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, KPK Diminta Evaluasi Teknis OTT

Soal Kasus Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, KPK Diminta Evaluasi Teknis OTT

Nasional
Kaesang Didorong Maju Pilkada Bekasi, Jokowi: Tanyakan PSI, itu Urusan Partai

Kaesang Didorong Maju Pilkada Bekasi, Jokowi: Tanyakan PSI, itu Urusan Partai

Nasional
Mahfud Khawatir Korupsi Makin Banyak jika Kementerian Bertambah

Mahfud Khawatir Korupsi Makin Banyak jika Kementerian Bertambah

Nasional
Persiapan Operasional Haji 2024, 437 Petugas Diterbangkan ke Arab Saudi

Persiapan Operasional Haji 2024, 437 Petugas Diterbangkan ke Arab Saudi

Nasional
Jokowi Tegaskan Jadwal Pilkada Tak Dimajukan, Tetap November 2024

Jokowi Tegaskan Jadwal Pilkada Tak Dimajukan, Tetap November 2024

Nasional
Setelah Geledah Kantornya, KPK Panggil Lagi Sekjen DPR Indra Iskandar

Setelah Geledah Kantornya, KPK Panggil Lagi Sekjen DPR Indra Iskandar

Nasional
Menteri KP: Lahan 'Idle' 78.000 Hektar di Pantura Bisa Produksi 4 Juta Ton Nila Salin Setiap Panen

Menteri KP: Lahan "Idle" 78.000 Hektar di Pantura Bisa Produksi 4 Juta Ton Nila Salin Setiap Panen

Nasional
Istana Sebut Pansel Capim KPK Diumumkan Mei ini

Istana Sebut Pansel Capim KPK Diumumkan Mei ini

Nasional
Deret 9 Kapal Perang Koarmada II yang Dikerahkan dalam Latihan Operasi Laut Gabungan

Deret 9 Kapal Perang Koarmada II yang Dikerahkan dalam Latihan Operasi Laut Gabungan

Nasional
Jumlah Kementerian sejak Era Gus Dur hingga Jokowi, Era Megawati Paling Ramping

Jumlah Kementerian sejak Era Gus Dur hingga Jokowi, Era Megawati Paling Ramping

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke