Hal itu disampaikan Gerindra dalam sidang pemeriksaan perkara nomor 55/PUU-XXI/2023 di Mahkamah Konstitusi, terkait gugatan syarat usia minimum capres-cawapres 40 tahun dalam Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Gerindra sebelumnya mengajukan permohonan sebagai pihak terkait dalam perkara ini karena mengeklaim diri sebagai partai politik yang memperhatikan hak konstitusional generasi muda berkecimpung di kancah politik.
Pengacara Gerindra, Raka Gani Pissani, menyinggung adagium dalam dunia hukum bahwa hukum kerapkali tertatih-tatih mengikuti perkembangan zaman.
"Pun demikian dengan perkembangan situasi demografi dan perpolitikan Indonesia saat ini. Terjadi pengingkatna signifikan usia pemilih dalam pemilu yang akan datang dan setelahnya yang didominasi peran dan keterlibatan generasi muda," ujar Raka dalam sidang pemeriksaan, Selasa (8/8/2023).
Ia menyinggung prediksi Indonesia yang akan mencapai bonus demografi dalam jarak 20 tahun ke depan, ketika jumlah generasi usia produktif lebih banyak dibandingkan usia nonproduktif.
Ia juga menyingung data tingginya jumlah pemilih berusia muda dalam Pemilu 2024 nanti.
Berdasarkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang dirilis KPU RI, 66.822.389 atau 33,60 persen merupakan generasi milenial yang dihitung berdasarkan tahun kelahiran 1980-1995.
Generasi Z yang dihitung berdasarkan tahun kelahiran 1997 hingga 2006 mencapai 46.800.161 pemilih atau 22,85 persen
Gerindra mengaku berkepentingan secara langsung untuk mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam perkara ini karena dua alasan.
Pertama, Gerindra merupakan partai politik peserta pemilu yang berhak mengusung capres-cawapres. Kedua, Gerindra mengklaim dirinya sebagai partai politik yang memperhatikan hak konstitusional kelompok muda untuk berkecimpung di dunia politik.
"Hal ini bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan (3) serta Pasal 28I ayat (2) dan UUD 1945," ucapnya.
Dengan demikian, lanjut Raka, permohonan pada perkara nomor 55/PUU-XXI/2023 ini beralasan menurut hukum.
"Sudah sepatutnya Mahkamah, demi hukum, mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," ia menegaskan.
Sebagai informasi, perkara nomor 55/PUU-XXI/2023 diajukan oleh duo kader Gerindra yang saat ini menjabat sebagai wali kota dan bupati.
Mereka yakni Wali Kota Bukittinggi Erman Safar dan Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa.
Keduanya meminta Mahkamah menyatakan inkonstitusional bersyarat Pasal 169 huruf q UU Pemilu sepanjang tidak dimaknai bahwa syarat usia minimum capres-cawapres adalah 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.
Gerindra mendukung para kadernya ini, menganggap bahwa pengalaman sebagai penyelenggara negara tidak kalah penting dibandingkan usia minimum 40 tahun.
Gugatan dari Erman dan Pandu ini merupakan gugatan ketiga dalam perkara sejenis.
Pihak pertama yang mengajukan gugatan adalah kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dedek Prayudi.
PSI meminta, batas usia minimum capres-cawapres 40 tahun dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai "sekurang-kurangnya 35 tahun", seperti ketentuan Pilpres 2004 dan 2009 yang diatur Pasal 6 huruf q UU Nomor 23 Tahun 2003 dan Pasal 5 huruf o UU Nomor 42 Tahun 2008.
Perkara kedua bernomor 51/PUU-XXI/2023, dengan penggugat merupakan Sekretaris Jenderal dan Ketua Umum Partai Garuda, Yohanna Murtika dan Ahmad Ridha Sabhana.
Petitum dalam gugatan Partai Garuda persis dengan perkara yang diajukan Erman dan Pandu.
https://nasional.kompas.com/read/2023/08/08/17440761/kaum-muda-mendominasi-gerindra-dukung-usia-minimum-capres-cawapres-diubah