Salin Artikel

Menangkap Koruptor Semudah Berburu di Kebun Binatang

Memang sasarannya terlihat acak, salah satunya yang termutakhir penangakapan Menkominfo Johnny G Plate yang tak lain Sekjen Partai Nasdem.

Tentu saja muncul pemikiran tendensius bahwa penetapan tersangka Johnny dipolitisasi. Apalagi kasusnya terkait dengan Nasdem yang belakangan secara politis dinarasikan berseberangan dengan Pemerintahan berjalan. Sekalipun Nasdem adalah bagian dari koalisi lama KIB.

Tindakan Kejaksaan Agung itu dengan segera menggoyang parlemen yang tengah riuh bicara pilpres 2024.

Apakah indikasinya punya relasi politik antara upaya pembersihan eksekutif, legislatif dan yudikatif dengan persiapan Pilpres 2024?

Di sinilah problem itu muncul. Ada argumentasi agar segala hal terkait upaya hukum sebaiknya dihindari untuk tidak menciptakan kisruh tahun politik.

Sebaliknya yang berkepentingan secara rivalitas justru berasumsi jika inilah saat tepat membongkar aib, mengurangi lawan tanding dan menjadi “kampanye hitam”.

Memang pemberantasan korupsi tak perlu menunggu momentum. Diproses sampai menunggu pilpres usai juga bisa. Namun parpol-parpol akan bersih “sementara” di tahun politik.

Tentu saja ini akan menjadi preseden buruk bagi koalisi pemenang sekaligus menunjukkan ketidakpiawaian pemerintah dalam menyaring calon yang kredibel dan tidak tersandera kasus korupsi. Minimal berkondite bersih ketika mencalonkan diri.

Kebijakan pemerintah membuka “laundry ELY-Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif”-membersihkan institusi lebih awal memang menarik, semacam pertunjukan kekuatan dan diatasnamakan dinamika politik.

Kecuali jika ada tendensi lain yang sangat politis yang justru dijadikan alasannya, untuk mendapat keuntungan sepihak. Sebuah kebetulan kasus juga menyangkut tokoh menteri dari Nasdem sehingga mudah digiring pada opini adanya langkah pembusukan.

Wajar asumsi ini muncul mengingat persaingan makin panas menjelang 168 hari jelang pilpres 2024.

Pembersihan kelihatannya menunggu momentum yang tepat. Dapat menggiring opini dan persepsi publik kearah yang diharapkan?

Namun menjadi preseden bagi partai pengusung si terdakwa. Tidak ada cara lain daripada memberi dukungan seluas-luasnya atas tindakan pembersihan itu meskipun tendensius dan sarat kepentingan.

Sekaligus menjadi kesempatan membersihkan partai dari oknum yang menjadi musuh dalam selimut dengan segala risiko yang harus ditanggung secara politis.

Langkah kedepan yang harus dipertimbangkan adalah soal kondite atau kredibilitas para wakil partai. Apakah punya riwayat atau indikasi buruk.

Komitmen perjanjian LHKPN selama ini tak membantu dan lebih sekadar formalitas belaka.

Sandera masa lalu adalah parasit yang menggegoroti tokoh parpol dan bahkan koalisi besar tempat bernaungnya. Simbiosa parasitisme hanya memberi keuntungan sepihak pada parasit yang mendompleng pada induk semangnya.

Semestinya ini menjadi pertimbangan utama, jangan karena nama besar dan kepiawaian politiknya membutakan partai dengan memilih orang yang tepat.

Kita berharap "laundry ELY" akan buka 24 jam di pemerintahan kita kedepan. Ini menjadi langkah progresif bagi upaya mendorong pemerintahan lebih bersih dan pelaksanan demokrasi yang lebih prosedural, daripada sekadar pencitraan.

Terkait fenomena “bongkar kasus” korupsi yang sarat politisasi ini, Pengamat dari Sabang Merauke Circle, Syahganda Nainggolan, punya amsal yang konkret dalam hal perburuan koruptor di masa pemerintahan Joko Widodo.

Menurut dia, menangkap koruptor saat Jokowi berkuasa, semudah berburu di kebun binatang. Mudahnya perburuan itu, maka berlaku like and dislike sebagai unsur penting penentu siapa yang akan dibidik. Ini sebagai pandangan kritisnya pada rezim Jokowi.

Menariknya adalah ketika sasaran perburuan itu diarahkan pada penangkapan Johnny G Plate oleh Kejaksaan Agung, Surya Paloh bahkan menantang agar semua aliran dana diungkap. Siapa bersembunyi di balik gundukan uang bancakan Rp 8 triliun itu.

Tantangannya bahkan melebar pada permintaan agar semua kementerian dan lembaga negara lainnya diselidiki secara adil untuk melihat kebobrokan di semua tingkat ELY terkait korupsi.

Apalagi korupsi telah merajalela dan menjadi gulma yang tumbuh bebas di mana saja. Seperti pernyataan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md.

“Sekarang saudara noleh ke mana saja ada korupsi kok. Noleh ke hutan, ada korupsi di hutan, noleh ke udara, ke pesawat udara, ada korupsi di Garuda (Indonesia), asuransi ada, koperasi korupsi, semuanya korupsi. Nah, ini sebenarnya mengapa dulu kita melakukan reformasi?” ucap Mahfud.

Perampasan harta

Barangkali para koruptor akan jera jika tak hanya pasal untuk mengirimkan ke bui saja yang dijadikan ancaman, termasuk dikebiri hak-hak politiknya dan dimiskinkan adalah cara membuat jera.

Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset Tindak Pidana atau RUU Perampasan Aset dinilai menjadi salah satu solusi bagi para penjahat kerah putih, kejahatan keuangan, seperti korupsi, penggelapan, atau penyelenggara negara yang memanipulasi laporan harta kekayaan berpikir ulang.

RUU ini akan menjadi payung hukum bagi pemerintah dalam menelusuri aset atau uang hasil tindak pidana pencucian uang, tindak pidana korupsi, hingga tindak pidana ekonomi hingga kejahatan keuangan.

RUU Perampasan Aset sangat penting dalam pencegahan tindak pidana pencucian uang. Penyebabnya adalah RUU itu memberikan ruang bagi penyidik untuk menerapkan pendekatan mengikuti aliran uang atau aset hasil kejahatan (follow the money). Sehingga mengoptimalkan penarikan kembali uang negara.

Output itu akan menjadi asset recovery, sehingga biaya yang terlalu besar untuk penegakan hukum bisa sedikit dikurangi.

Selama ini negara terbebani biaya untuk penanganan perkara dalam menghadapi tindak kejahatan ekonomi atau keuangan.

Namun hasil pengembalian dari penyelesaian kasus kejahatan tidak sepadan dengan biaya yang dikeluarkan, terutama biaya perkara yang selama ini menjadi batu sandungan.

Karena aset yang dirampas negara tidak signifikan dengan perbuatan pelaku kejahatan. Memberantas korupsi butuh ongkos, itulah yang selama terabaikan oleh kita.

Menariknya lagi, jika RUU itu dijalankan, di dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset disebutkan negara tetap bisa merampas harta milik tersangka atau terdakwa kasus kejahatan yang meninggal atau buron sehingga dapat dieksekusi.

Namun realitas kearah percepatan itu kelihatnya akan butuh waktu. Surat Presiden (Surpres) terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana tidak dibacakan saat rapat paripurna pembukaan Masa Persidangan V Tahun Sidang 2022/2023, Selasa (16/5/2023).

Padahal, surpres itu telah dikirimkan pemerintah dan diterima DPR pada 4 Mei 2023 lalu. Ketua DPR Puan Maharani yang memimpin rapat paripurna tidak membacakan surpres RUU Perampasan Aset dengan alasan ada mekanisme di DPR yang belum selesai.

Menurut Presiden Jokowi, RUU itu sudah didorong-dorong, tapi tidak rampung-rampung. Bagaimana tidak, jika RUU itu cepat disahkan, maka akan terjadi pemiskinan massal di parlemen, eksekutif dan yudikatif, karena diyakini di sanalah episentrum korupsi.

Makanya sampai sekarang RUU itu mangkrak adanya!

Apakah artinya pernyataan Prabowo benar, jika tokoh Indonesia banyak "Omdo", Omongan Doang!

https://nasional.kompas.com/read/2023/05/21/06000061/menangkap-koruptor-semudah-berburu-di-kebun-binatang

Terkini Lainnya

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke