Salin Artikel

"Hei Pak Polisi, Baju Coklatmu Saya yang Beli, Kamu Jangan Macam-macam"

Dia mengatakan, di tengah rezim represif ribuan mahasiswa turun ke jalan, menuntut Presiden Soeharto mundur meskipun dibayang-bayangin oleh "peluru nyasar".

"Memang saat itu adalah suasana reformasi, yang tadinya suasana kita dalam rezim yang represif, tiba-tiba semangat kita muncul," ujar Saor dalam acara diskusi Refleksi Reformasi '98, Jumat (12/5/2023).

Mahasiswa saat itu tak ada takutnya, mereka begitu percaya diri, melawan kekuasaan Orde Baru yang sudah bertahan selama 32 tahun.

Polisi yang menghadang jalannya aksi pun mereka bentak, sebut bahwa apa yang para aparat makan juga berasal dari uang rakyat.

"Saya masih ingat sama teman-teman ini ketemu dengan polisi dihadang, kemudian dia bilang 'Hei Pak Polisi, itu baju coklatmu saya yang beli, kamu jangan macam-macam'," kata Saor.

Begitu juga saat persidangan berlangsung. Saor masih mengingat salah satu mahasiswa Fakultas Ekonomi UKI bernama Rudi ditangkap akibat kerusuhan '98.

"Saat dia jadi terdakwa, ada polisi enggak bener, karena dia waktu itu menangkap kawan-kawan (mahasiswa) sekalian tidak dengan prosedur, anak-anak (aktivis mahasiswa) itu lompat dari kursi persidangan kemudian mau menghantam polisi (sambil mengatakan), 'kamu jujur'!" tutur Saor.

Mengingat peristiwa itu, Saor merasakan perjuangan para aktivis yang begitu berani.

Dia juga mengingat suasana kantornya di Sawah Besar diacak-acak para penjarah saat terjadi kerusuhan.

Ditambah dengan kondisi pertokoan yang berada di Sawah Besar. Kata Saor, pertokoan yang habis dijarah, akhirnya tutup. Sawah Besar lebih mirip kota mati.

"Imajinasi saya pada saat itu, apakah masih ada harapan pada republik? Mencekam. Belum lagi malamnya penjarahan di depan mata kita," ujar dia.

"Jadi ketika kita bisa berdiri berdiskusi seperti ini, pada awalnya enggak kebayang bangsa ini bisa seperti ini," sambung Saor.

Diketahui, pada 13 Mei hingga 15 Mei 1998, terjadi kerusuhan di Jakarta yang dikenal dengan Kerusuhan Mei 1998.

Penyebab pertama yang memicu terjadinya Kerusuhan Mei 1998 adalah krisis finansial Asia yang terjadi sejak tahun 1997.

Saat itu, banyak perusahaan yang bangkrut, jutaan orang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), 16 bank dilikuidasi, dan berbagai proyek besar juga dihentikan.

Krisis ekonomi yang tengah terjadi kemudian memicu rangkaian aksi unjuk rasa di sejumlah wilayah di Indonesia.

Tewasnya keempat mahasiswa tersebut pun menambah kemarahan masyarakat yang saat itu sudah terbebani dengan krisis ekonomi.

Pada 12 Mei 1998 ribuan mahasiswa Universitas Trisakti kemudian menggelar aksi yang berujung pada tewasnya empat mahasiswa akibat tembakan senjata aparat.

Tewasnya empat mahasiswa Trisakti tersebut kemudian memicu gelombang aksi lainnya pada 13 Mei 1998 yang berlangsung secara terus menerus.

Aksi tersebut menyebar dengan kerusuhan yang terjadi di kota-kota lainnya dan menyebabkan penjarahan dan pembakaran.

Seminggu setelah aksi itu tak kunjung berhenti, tepatnya 21 Mei 1998, Presiden Soeharto memutuskan untuk mengundurkan diri dan mengalihkan kekuasaan kepada Wakil Presiden saat itu BJ Habibie.

https://nasional.kompas.com/read/2023/05/16/05060021/hei-pak-polisi-baju-coklatmu-saya-yang-beli-kamu-jangan-macam-macam

Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke