Hal ini diungkapkan oleh Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi, Jumat (10/3/2023).
Sebelumnya, kasus campak di wilayah tersebut dilaporkan mencapai 397 kasus yang tersebar di 7 kabupaten.
"Total suspek gejala 469 (kasus), sementara yang bisa didapatkan pemeriksaan labnya hanya 145 (kasus). Dan yang positif 48 kasus campak dan 1 kasus rubella," kata Nadia saat dihubungi, Jumat.
Kendati begitu, Nadia menampik adanya penetapan status Kejadian Luar Biasa (KLB) campak di Papua.
Dia bilang, sejauh ini, baru ada beberapa wilayah yang menetapkan status KLB. Artinya, tidak ditetapkan di seluruh provinsi Papua.
"Belum ada status KLB, baru Paniai dan Mimika," ucap dia.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Maxi Rein Rondonuwu mengatakan, Penyebaran kasus campak ada sebabnya.
Maxi menyampaikan, kenaikan kasus campak di Provinsi Papua Tengah disebabkan oleh rendahnya cakupan imunisasi MR untuk anak-anak di tahun 2022.
Berdasarkan laporan Kemenkes, cakupan imunisasi MR1 1 hanya 64,1 persen, kemudian turun menjadi 48,6 persen pada Imunisasi MR 2.
Kasus campak ini juga didominasi oleh masyarakat yang belum pernah mendapatkan imunisasi.
“Temuan kami di lapangan, 87 persen Kasus yang telah dilaporkan belum pernah mendapatkan imunisasi MR. Ini terjadi di hampir semua kelompok umur, bahkan status imunisasinya sebagian besar 0 (zero),” kata Maxi.
Atas fakta tersebut, Provinsi Papua Tengah masuk dalam kategori berisiko penularan campak rubella.
Adapun imunisasi MR masih menjadi cara yang ampuh untuk mencegah dua penyakit sekaligus, yakni campak dan rubella.
https://nasional.kompas.com/read/2023/03/10/19583021/bertambah-campak-di-papua-jadi-469-kasus