Komisioner Komnas HAM Bidang Pengaduan Hari Kurniawan mengatakan, dugaan kekerasan tersebut bahkan telah dibenarkan oleh Kompolnas dan Kapolda Daerah Istimewa Yogyakarta.
"Memang ada dugaan kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian. Ada pernyataan secara resmi dari Kompolnas dan Kapolda," ujar Hari saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Senin (6/3/2023).
Dugaan kasus ini, kata Hari, akan dijelaskan lebih detail lewat konferensi pers yang akan digelar Komnas HAM dalam waktu dekat.
"Nanti akan ada konpres terkait kasus klitih," ucap dia.
Adapun kasus klitih itu terjadi di daerah Gedongkuning, Yogyakarta pada Minggu (13/4/2023).
Ditreskrimum Polda DIY Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi mengatakan, korban dihantam gir motor di bagian kepala yang menyebabkan luka fatal.
Luka tersebut yang menyebabkan korban meninggal dunia.
Polisi kemudian merilis penangkapan lima orang perlaku yang disebut terlibat dalam kasus itu, yaitu Ryan Nanda Syahputra (19), Fernandito Aldrian Saputra (18), Muhammad Musyaffa Affandi (21), Hanif Aqil Amrulloh (20), dan Andi Muhammad Husein Mazhahiri (20).
Dugaan salah tangkap dan disiksa polisi
Terkait penyiksaan aparat kepolisian dalam kasus klitih ini diketahui Komnas HAM dari aduan keluarga tersangka pada 8 Juni 2022.
Keluarga merasa ada kejanggalan dari penetapan tersangka karena dinilai ada dugaan kekerasan dan pemaksaan agar para tersangka mengaku sebagai pelaku.
Beberapa kejanggalan diungkap oleh orangtua terdakwa Andi yang bernama Aan.
Ia mengatakan, anaknya bukanlah pelaku klitih di Gedongkuning yang menewaskan satu orang bernama Dafa Adzin Albasith, pelajar SMA Muhammadiyah 2 yang diketahui anak anggota DPRD Kebumen.
"Anak kami bukan pelaku, anak kami juga korban. Korban ketidakadilan, korban salah tangkap, di sini kami orangtua melihat adanya dugaan rekayasa kasus," kata Aan saat ditemui di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Jumat lalu (3/11/2022).
Aan menceritakan, dugaan salah tangkap dan rekayasa kasus bermula saat anaknya dan 4 orang rekannya melakukan perang sarung di daerah Druwo, Jalan Prangtritis.
Perang sarung dilakukan oleh anaknya yang berinisial AD dengan kawan lainnya pada pukul 02.30 WIB.
"Pada saat yang bersamaan terjadi penganiayaan di Gedongkuning yang waktu itu viral pada tanggal 3 April 2022. Apalagi, di Gedongkuning berjarak sekitar 8 km," ucap dia.
Anaknya itu kemudian dijemput oleh polisi seminggu setelah kejadian penganiayaan di Gedongkuning, Kota Yogyakarta.
Namun, saat penjemputan, Aan merasa ada kejanggalan yakni dia tidak diperbolehkan untuk momotret surat penangkapan dari pihak kepolisian.
"Ketika saya foto tidak boleh begitu tetapi polisi seolah-olah kayak ada serah terima surat begitu. Saya difoto oleh polisi untuk dokumentasi, tapi ketika suratnya saya minta itu enggak boleh dan saya memang agak kurang tahu persis isinya," tutur dia.
Kejanggalan lain, menurut dia, yakni sang anak dibawa oleh polisi, dia diperbolehkan menyusul oleh polisi yang membawa anaknya.
Satu jam setelahnya, Aan menyusul ke kantor polisi. Namun, saat dia menyusul justru diminta untuk pulang.
"Tapi oleh polisi disuruh pulang ya Itu polisi juga mengatakan 'Belum selesai Bu pemeriksaannya. Ibu pulang aja mungkin masih lama sampai tengah malam. Aman kok Bu, polisi zaman sekarang enggak kayak zaman dulu'," ucap dia menirukan perkataan polisi saat itu.
Anaknya ditangkap polisi pada 9 April 2022 malam, dia menyusul keesokan harinya ke kantor polisi dan dia kembali diminta untuk pulang. Namun, sesampainya di rumah dia diberi 3 surat oleh polisi.
"Tengah malam polisi langsung memberi surat tiga macam. Surat pemeriksaan, surat penangkapan, surat penetapan tersangka dan penahanan," ujar dia.
Adapun kasus ini diputus di Pengadilan Negeri Kota Yogyakarta. Kelima terdakwa divonis 6-10 tahun penjara pada 8 November 2022.
https://nasional.kompas.com/read/2023/03/07/05044541/komnas-ham-ada-dugaan-kekerasan-oleh-polisi-dalam-kasus-klitih-anak-anggota