Salin Artikel

Menanti Titik Terang Diplomasi Pembebasan Pilot Susi Air dari KKB

JAKARTA, KOMPAS.com - Operasi pembebasan pilot Susi Air, Philips Mark Methrtens yang disandera Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua hingga kini belum menemui titik terang, meski telah memasuki hari ke-23, Kamis (2/3/2023).

Belakangan, KKB justru meminta tebusan kepada pemerintah agar pilot berkebangsaan Selandia Baru itu dapat dibebaskan. Permintaan itu disampaikan Egianus Kogoya, pimpinan tertinggi KKB yang menyandera Philips kepada Tim Negosiasi yang dibentuk Pemkab Nduga, pada 17 Februari lalu.

"Memang pernah dia menyampaikan tuntutan untuk bisa mengganti senjata dan uang," ujar Kapolda Papua Irjen Mathius D Fakhiri di Mimika, Kamis (23/2/2023).

Philips diketahui disandera KKB setelah pesawat yang dipilotinya dibakar oleh kelompok tersebut pada 7 Februari lalu. Saat itu, pesawat tersebut mengangkut lima penumpang yang merupakan orang asli Papua (OAP).

Sebenarnya, Philips dan kelima OAP sempat melairkan diri ke arah yang berbeda. Belakangan diketahui kelima OAP telah kembali ke rumah masing-masing, sementara Philips masih disandera.

Utamakan diplomasi

Upaya pembebasan Philips saat ini masih terus dilakukan oleh tim gabungan TNI dan Polri. Wakil Presiden Ma'ruf Amin meyakini bahwa TNI-Polri bisa melaksanakan tugas sebaik-baiknya untuk membebaskan sandera.

Dalam upaya tersebut, Wapres menekankan bahwa keselamatan sandera harus menjadi hal utama.

"Sebenarnya pasukan kita mampu dengan cepat sekali untuk membebaskan itu, mampu kita memiliki kekuatan untuk membebaskan itu, tetapi kita juga tentu memperhitungkan jangan sampai sandera itu cedera," kata Ma'ruf dalam keterangan pers di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Rabu (22/2/2023).

Ma'ruf menyebutkan, status Methrtens sebagai warga Selandia Baru juga menjadi pertimbangan pemerintah untuk berhati-hati dalam membebaskannya.

Oleh karena itu, pemerintah kini masih mengedepankan upaya negosiasi agar Merthens dapat dibebaskan.

"Kita mengutamakan diplomasi untuk bisa membebaskan itu, tapi juga kalau memang diperlukan tentu akan ada langkah-langkah lain yang kita ambil," ujar Ma'ruf.

KKB berbaur masyarakat

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD sempat menyampaikan bahwa Satgas Damai Cartenz yang berisi tim gabungan TNI-Polri telah mengetahui dan mengepung KKB berdasarkan koordinat yang telah diketahui.

Namun, ada permintaan dari Selandia Baru agar tidak ada kekerasan dalam upaya pembebasan sandera.

Sementara itu, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono mengakui, pembebasan Philips bukanlah sebuah perkara mudah. Pasalnya, KKB selama ini kerap berbaur dengan masyarakat.

“Tidak mudah mengambil kelompok ini karena mereka berbaur dengan masyarakat. Kita akan mengutamakan cara persuasif, kita tidak mau masyarakat yang tidak tahu apa-apa menjadi korban,” ujar Yudo dalam siaran pers Pusat Penerangan TNI, Selasa (28/2/2023).

“Jadi gerombolan yang tempatnya berpindah-pindah dan bersama-sama dengan penduduk,” kata dia.

Upaya persuasif pun terus dilakukan, baik oleh aparat yang diterjunkan, maupun Pemkab Nduga serta tokoh agama dan tokoh masyarakat di sana. Sehingga, tidak ada target yang dipatok untuk pembebasan Philips.

“Kita enggak ada target. Itu tadi, mereka (KKB) berlindung selalu dengan masyarakat, malah dengan anak-anak. Ya kita usahakan ya sedapat mungkin kita laksanakan secara persuasif. Kita tidak mau masyarakat menjadi korban karena itu,” kata Yudo di Mako Paspampres, Jakarta, Senin (27/2/2023).

Tolak permintaan KKB

Mahfud menegaskan bahwa pemerintah tidak akan menuruti permintaan KKB untuk membebaskan  Philips.

Diketahui KKB pimpinan Egianus Kogoya itu meminta ganti uang dan senjata sebagai syarat pembebasan Philips.

“Oh tidak mungkin, masak barter senjata kepada (dengan) pemberontak?” ucap Mahfud usai acara “Cangkrukan Menko Polhukam” di Surabaya, Selasa (28/2/2023).

Mahfud menambahkan, pemerintah dan aparat sedang mengatur taktik dan strategi agar bisa membebaskan Philips.

“Tetapi tidak mungkin kita ngasih, satu kemerdekaan. Kedua, ngasih senjata dan sebagainya kepada penjahat itu,” kata Mahfud.

Sementara itu, kuasa hukum Susi Air, Donal Fariz mengatakan, mustahil bagi pihaknya untuk memberikan senjata dan uang kepada KKB. 

Diakui Donal, Susi Air tengah dilanda kerugian setelah pesawat yang dipiloti Philips dibakar KKB. Diperkirakan, kerugian itu mencapai Rp 30,4 miliar.

"Kalau minta syaratnya senjata, tidak mungkin minta senjata, paling pistol air yang Susi Air punya. Tidak punya kita senjata," ujar Donal saat ditemui di SA Residences, Jakarta Timur, Rabu (1/3/2023).

"Jadi harga pesawat itu 2 juta dollar AS dan tidak ada lagi diproduksi baru sekarang karena sudah close," imbuh Donal.

Susi Air kini menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah apabila KKB benar-benar meminta syarat sebagai pengganti untuk melepas Philips. Terlebih, Susi Air juga tidak mungkin diizinkan untuk bernegosiasi dengan penyandera.

https://nasional.kompas.com/read/2023/03/02/09585751/menanti-titik-terang-diplomasi-pembebasan-pilot-susi-air-dari-kkb

Terkini Lainnya

Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Nasional
Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Nasional
Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Nasional
Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Nasional
JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

"Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke