JAKARTA, KOMPAS.com - Ferdy Sambo divonis hukuman mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) dalam kasus pembunuhan berencana dan obstrucion of justice atau perintangan penyidikan perkara Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Majelis hakim menilai, tindakan Ferdy Sambo telah mencoreng citra kepolisian.
"Perbuatan terdakwa telah mencoreng institusi Polri di mata masyarakat Indonesia dan dunia internasional," kata Majelis Hakim Ketua Wahyu Imam Santoso dalam sidang, Senin (13/2/2023).
Tak hanya itu, menurut hakim, terdapat sejumlah hal lain yang memberatkan putusan Sambo. Perbuatan Sambo dinilai menimbulkan keresahan dan kegaduhan luas di masyarakat.
Dalam perkara ini, Sambo juga menyeret banyak anak buahnya di kepolisian.
"Perbuatan terdakwa tidak sepantasnya dilakukan dalam kedudukannya sebagai aparat penegak hukum dan pejabat utama Polri yaitu Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri," ujar hakim.
Selain itu, kata hakim, pembunuhan dilakukan terhadap Yosua, ajudan yang telah mengabdi kepada Sambo selama kurang lebih 3 tahun. Perbuatan Sambo dianggap mengakibatkan duka mendalam bagi keluarga Yosua.
Mantan jenderal bintang dua Polri tersebut juga dinilai berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan.
"Dan tidak mengakui perbuatannya," kata hakim.
Namun demikian, dalam nota pembelaannya, mantan perwira tinggi Polri itu meminta hakim membebaskannya. Sambo juga minta supaya nama baiknya dipulihkan.
"Membebaskan terdakwa Ferdy Sambo dari segala dakwaan, atau setidak-tidaknya melepaskan terdakwa Ferdy Sambo dari segala tuntutan hukum," kata pengacara Sambo, Arman Hanis, dalam sidang di PN Jaksel, Selasa (24/1/2023).
Sambo mengeklaim tak pernah merencanakan pembunuhan terhadap Yosua. Memang, dia mengaku sempat memerintahkan Ricky Rizal dan Richard Eliezer untuk menembak Yosua ketika berada di rumah pribadinya di Jalan Saguling, Jakarta Selatan.
Namun, saat berada di rumah dinas di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Sambo mengeklaim "hanya" memerintahkan Richard menghajar Yosua.
"Peristiwa tersebut terjadi begitu singkat dan diliputi emosi mengingat hancurnya martabat saya juga istri saya yang telah menjadi korban perkosaan," kata Sambo.
Dalam perkara yang sama, Richard Eliezer dituntut hukuman pidana penjara 12 tahun. Sementara itu, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf dituntut pidana penjara 8 tahun.
Pada pokoknya, kelima terdakwa dinilai jaksa terbukti bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap Yosua yang direncanakan terlebih dahulu sebagaimana diatur dan diancam dalam dakwaan Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Berdasarkan dakwaan jaksa penuntut umum, kasus pembunuhan Brigadir J dilatarbelakangi oleh pernyataan istri Sambo, Putri Candrawathi, yang mengaku dilecehkan oleh Yosua di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (7/7/2022).
Pengakuan yang belum diketahui kebenarannya itu lantas membuat Sambo marah hingga menyusun strategi untuk membunuh Yosua.
Disebutkan bahwa mulanya Sambo menyuruh Ricky Rizal atau Bripka RR menembak Yosua. Namun, Ricky menolak sehingga Sambo beralih memerintahkan Richard Eliezer atau Bharada E.
Brigadir Yosua dieksekusi dengan cara ditembak 2-3 kali oleh Bharada E di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022). Setelahnya, Sambo menembak kepala belakang Yosua hingga korban tewas.
Suami Putri Candrawathi itu lantas menembakkan pistol milik Yosua ke dinding-dinding rumah untuk menciptakan narasi tembak menembak antara Brigadir J dan Bharada E yang berujung pada tewasnya Yosua.
https://nasional.kompas.com/read/2023/02/13/16272631/divonis-mati-ferdy-sambo-dinilai-coreng-institusi-polri