JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebutkan, tes kejujuran atau uji poligraf yang dilakukan pihak kepolisian terhadap Putri Candrawathi dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J sudah sesuai prosedur.
Pemeriksaan itu disebut mengacu pada Peraturan Kepala Kepolisian RI (Perkap) Nomor 10 Tahun 2009 tentang Tata Cara dan Persyaratan Permintaan Pemeriksaan Teknis Kriminalistik Tempat Kejadian Perkara dan Laboratoris Kriminalistik Barang Bukti kepada Laboratorium Forensik Polri.
Hal ini disampaikan jaksa saat membacakan dokumen tuntutan kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J dengan terdakwa Kuat Ma'ruf di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (16/1/2023).
"Secara prosedural, pemeriksaan terhadap saksi Putri Candrawathi tidaklah melanggar Pasal 13 Perkap Nomor 10 tahun 2009, sehingga keterangan ahli tersebut adalah admissible (valid) serta tidak didapatkan secara melawan hukum," kata jaksa dalam sidang.
Jaksa tak setuju dengan pengakuan Putri yang menyebut dirinya tertekan karena tidak ada pendampingan psikolog saat uji poligraf.
Sebab, Pasal 13 Ayat (2) huruf e Perkap Nomor 10 Tahun 2009 mengatakan, untuk memastikan kondisi seseorang yang hendak diperiksa, dapat disertakan riwayat kesehatan dan laporan hasil pemeriksaan psikologi.
Frasa "dapat" menunjukkan bahwa ketentuan ini bersifat fakultatif atau tidak wajib dan bukan imperatif atau bersifat memerintah.
Oleh karenanya, menurut jaksa, seseorang yang menjalani pemeriksaan uji poligraf tak dapat bergantung pada ada tidaknya psikolog yang mendampingi.
"Sehingga keterangan saksi Putri Candrawathi yang mengatakan dalam keadaan tertekan tidaklah dapat diterima sebagai alasan untuk mengatakan bahwa pemeriksaan poligraf dilakukan tidak memenuhi prosedur sebagaimana diatur dalam Perkap Nomor 10 Tahun 2009," ujar jaksa.
Lagi pula, sebagaimana disampaikan oleh ahli poligraf di persidangan, Putri Candrawathi telah menyatakan tidak keberatan untuk menjalani tes kejujuran tanpa pendampingan psikolog.
Memang, Putri sempat keberatan ketika dimintai keterangan soal peristiwa yang terjadi di rumah Magelang sehari sebelum kematian Yosua atau Kamis (7/7/2022).
"Akan tetapi saksi Putri Candrawathi tetap bersedia melanjutkan pemeriksaan," kata jaksa.
Jaksa melanjutkan, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur bahwa keterangan ahli maupun surat merupakan alat bukti yang sah dalam hukum acara pidana di Indonesia.
Hasil pemeriksaan poligraf baik sebagai surat maupun keterangan ahli pun disebut dapat digunakan sebagai alat bukti, tak terkecuali hasil uji poligraf lima terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Yosua.
"Sehingga dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah dalam memperkuat pembuktian," tutur jaksa.
Istri Ferdy Sambo itu mengaku dipaksa menceritakan peristiwa pelecehan yang dia klaim terjadi di Magelang pada 7 Juli 2022. Padahal, Putri menolak untuk menceritakan peristiwa itu.
Saat itu, Putri hanya bisa menangis. Dalam perisdangan Putri sempat menyinggung soal tidak adanya pendampingan psikolog ketika uji poligraf.
"Saya harus ceritakan peristiwa yang saya alami tanpa didampingi oleh psikolog atau wanita di dalam ruangan," kata Putri sambil menangis di persidangan yang digelar di PN Jaksel, Rabu (14/12/2022).
"Dan saat itu saya hanya bisa menangis tetapi diminta untuk melanjutkan," ucapnya dengan suara bergetar.
Adapun dalam perkara ini, lima orang didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua. Kelimanya yakni Ferdy Sambo; istri Sambo, Putri Candrawathi; ajudan Sambo, Richard Eliezer atau Bharada E dan Ricky Rizal atau Bripka RR; dan ART Sambo, Kuat Ma'ruf.
Berdasarkan dakwaan jaksa penuntut umum, pembunuhan itu dilatarbelakangi oleh pernyataan Putri yang mengaku telah dilecehkan oleh Yosua di rumah Sambo di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (7/7/2022).
Pengakuan yang belum diketahui kebenarannya itu lantas membuat Sambo marah hingga menyusun strategi untuk membunuh Yosua.
Disebutkan bahwa mulanya, Sambo menyuruh Ricky Rizal atau Bripka RR menembak Yosua. Namun, Ricky menolak sehingga Sambo beralih memerintahkan Richard Eliezer atau Bharada E.
Brigadir Yosua dieksekusi dengan cara ditembak 2-3 kali oleh Bharada E di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022). Setelahnya, Sambo menembak kepala belakang Yosua hingga korban tewas.
Mantan perwira tinggi Polri itu lantas menembakkan pistol milik Yosua ke dinding-dinding rumah untuk menciptakan narasi tembak menembak antara Brigadir J dan Bharada E yang berujung pada tewasnya Yosua.
https://nasional.kompas.com/read/2023/01/16/16281491/jaksa-sebut-uji-poligraf-putri-candrawathi-sudah-sesuai-prosedur-tak-melawan