JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Anwar Razak menilai usulan revisi Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN) dari pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkesan dipaksakan.
Dia juga menilai memasukkan revisi UU IKN ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dinilai bakal mempengaruhi perencanaan.
"Usulan revisi UU ini dipaksakan. Daftar Prolegnas tahun 2019-2024 sudah ditetapkan sehingga memasukkannya dalam Prolegnas tahun 2023 akan mengacaukan perencanaan Prolegnas. Apalagi dengan memasukkannya dalam prolegnas prioritas," kata Anwar saat dihubungi Kompas.com, Kamis (24/11/2022).
Anwar khawatir jika revisi UU IKN tetap mau dilaksanakan maka produk yang dihasilkan dianggap justru bisa menimbulkan masalah di kemudian hari.
"Sekarang kalau dipaksakan bisa jadi konsekuensinya akan lahir lagi undang-undang yang tidak matang dan mungkin hanya penuh dengan kepentingan. Setelahnya akan ada lagi desakan untuk revisi," ujar Anwar.
Anwar menilai usulan revisi UU IKN itu memperlihatkan para elite politik seolah mempermainkan kewenangan dalam menjalankan negara.
Sebab menurut dia, penerapan UU IKN berdampak sangat luas dan menyangkut hajat hidup orang banyak sehingga seharusnya disiapkan secara matang.
"Undang-undang itu menyangkut hidupnya negara dan seluruh masyarakat, bukan hanya soal gedung-gedung kantor pemerintahan dan segelintir orang yang akan mengisi kantor negara di ibu kota baru," ucap Anwar.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly menjelaskan alasan pemerintah mengusulkan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN).
Yasonna mengatakan, Presiden Jokowi meminta UU itu direvisi untuk mempercepat pembangunan dan proses transisi ke ibu kota baru tersebut.
“Hal ini kami usulkan berdasarkan pertimbangan terjadinya dinamika perkembangan, dan arahan dari Presiden,” kata Yasonna dalam rapat pleno bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) prioritas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2023 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (23/11/2022).
“Arahan Presiden untuk dilakukan perubahan atas UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN untuk percepatan proses persiapan pembangunan IKN, serta penyelenggaraan pemerintah daerah IKN,” ujarnya lagi.
Nantinya, menurut Yasonna, materi revisi banyak mengatur tentang penguatan otorita IKN.
Berbagai ketentuan yang hendak ditambah adalah pengaturan kewenangan khusus pendanaan pengelolaan barang milik negara, pengelolaan kekayaan IKN yang dipisahkan.
“Dan adanya jaminan kelangsungan untuk keseluruhan pembangunan IKN,” kata Yasonna.
Terkait hal itu, Baleg DPR RI menerima usulan pemerintah untuk memasukkan revisi UU IKN dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023.
Keputusan itu diambil setelah enam fraksi menyetujui dan hanya dua fraksi yang menolak.
Keenam fraksi yang setuju adalah Fraksi PDI-P, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Golkar, dan Partai Gerindra.
“Yang menerima adalah partai pendukung pemerintah, semuanya,” ujar Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas dalam rapat pleno bersama Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (23/11/2022).
Sedangkan yang menolak adalah PKS dan Demokrat. Nasdem sebagai anggota koalisi memilih abstain.
Berdasarkan keputusan itu, saat ini terdapat 41 RUU dalam Prolegnas Prioritas 2023.
Sebelumnya, dalam rapat bersama Kemenkumham pada 20 September 2022, hanya ada 38 RUU yang disepakati jadi bagian dari Prolegnas Prioritas tahun depan.
Tiga usulan RUU baru yang masuk adalah RUU IKN, RUU Pengadaan Barang dan Jasa Publik, serta RUU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
(Penulis : Tatang Guritno | Editor : Novianti Setuningsih)
https://nasional.kompas.com/read/2022/11/24/14380041/rencana-revisi-uu-ikn-dinilai-dipaksakan-dan-bisa-tak-sesuai-harapan