JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, berharap, calon Panglima TNI pengganti Jenderal Andika Perkasa yang kelak dipilih Presiden Joko Widodo jauh dari kepentingan politik, utamanya politik praktis.
Presiden juga diharapkan memilih figur yang paham batasan-batasan TNI sebagaimana bunyi aturan undang-undang.
"Yang paling masuk akal adalah kita memiliki Panglima TNI yang memahami batasan sesuai perundang-undangan," kata Fahmi kepada Kompas.com, Selasa (22/11/2022).
"Mampu berjarak dengan agenda-agenda politik praktis elektoral dan kekuasaan, serta berkomitmen sepenuhnya bahwa politik yang dijalankan dan dikawal oleh TNI adalah politik negara," tuturnya.
Menurut Fahmi, idealnya, Panglima TNI memang jauh dari sifat politis. Namun, pada praktiknya, gagasan itu sulit diterapkan.
Bagaimanapun, nama Panglima TNI merupakan produk politik. Sebab, pemilihannya berangkat dari usulan hak prerogatif presiden.
Dari tangan presiden, usulan nama Panglima TNI harus mendapat persetujuan DPR, yang tidak lain juga representasi kekuatan politik.
Tak hanya itu, kata Fahmi, militer Indonesia sejak awal sudah cenderung berpolitik. Militer RI lahir dari kancah revolusi kemerdekaan, yang mana itu merupakan peristiwa politik.
"Bagi prajurit TNI, terlibat dalam politik adalah implementasi sifat kepejuangan dalam menyelamatkan dan membela negara," ujarnya.
Kendati demikian, lanjut Fahmi, tak ada keterkaitan langsung antara gelaran Pemilu 2024 mendatang dengan pergantian Panglima TNI.
Menurut dia, rawan atau tidaknya pelaksanaan tahapan pemilu lebih bergantung pada integritas penyelenggara dan peserta pemilihan.
Sementara, pada era reformasi ini, militer tidak lagi berfungsi sebagai stabilisator dan dinamisator yang punya peranan sangat penting dalam pengamanan dan pemenangan pemilu seperti masa Orde Baru dulu.
Oleh karenanya, Fahmi menilai, faktor gelaran Pemilu 2024 tak akan jadi pertimbangan besar presiden dalam memilih calon Panglima TNI pengganti Jenderal Andika.
Paling penting, tegas Fahmi, panglima kelak memahami batasan-batasan TNI kaitannya dengan politik, terutama politik praktis.
Sebagaimana diketahui, kursi calon Panglima TNI pengganti Jenderal Andika Perkasa masih menjadi teka-teki. Andika bakal meninggalkan jabatannya karena pensiun bulan depan, tepatnya ketika memasuki usia 58 tahun pada 21 Desember 2022.
Sejumlah nama pun digadang-gadang sebagai calon penerus Andika. Mereka yakni KSAD Jenderal Dudung Abdurachman, KSAL Laksamana Yudo Margono, dan KSAU Marsekal Fadjar Prasetyo.
Meski demikian, hingga kini Presiden Jokowi belum mengirimkan surat presiden (surpres) pergantian Panglima TNI ke DPR RI.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko kepada Kompas.id, Minggu (20/11/2022), mengatakan, surpres pergantian Panglima TNI pasti akan dikirim. Namun demikian, dia belum bisa memastikan waktunya.
Moeldoko juga memastikan tidak ada rencana perpanjangan masa jabatan Andika Perkasa.
https://nasional.kompas.com/read/2022/11/23/05500041/jokowi-diharapkan-pilih-calon-panglima-tni-yang-jauh-dari-kepentingan