JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Jakarta Selatan, AKBP Ridwan Rhekynellson Soplanit, buka-bukaan terkait sejumlah hal setelah terseret kasus Ferdy Sambo dkk., terkait pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J).
Ridwan merupakan salah satu perwira yang dimutasi dan dijatuhi sanksi akibat terbukti tidak profesional dalam melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) kematian Yosua di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Ridwan merupakan penyidik pertama yang tiba di lokasi pembunuhan Yosua. Sebab rumahnya persis bersebelahan dengan rumah dinas Ferdy Sambo yang merupakan mantan Kadiv Propam Polri.
Saat melakukan olah TKP, Ridwan merasa mendapat tekanan dari Sambo yang saat itu berpangkat inspektur jenderal polisi.
Sambo, kata Ridwan, meminta supaya tidak terlampau keras dalam menginterogasi Bharada Richard yang menembak Yosua.
Ridwan saat itu mengaku belum mengetahui Sambo merancang skenario baku tembak antara Eliezer dan Yosua buat menutupi peristiwa sebenarnya.
Selain itu, Ridwan juga mengaku diminta Sambo supaya merahasiakan kejadian itu dengan dalih aib keluarga.
Ridwan mengatakan, saat menyelidiki kematian Yosua dia mendapat intervensi dari penyidik Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri.
"Dapat kami jelaskan Yang Mulia, penanganan itu memang mulai dari pengambilan barang bukti dan saksi kunci saat itu bukan di bawah penanganan kami, diambil oleh Propam, sehingga dari situ kami mengalami beberapa kesulitan untuk melakukan investigasi Yang Mulia," ucap Ridwan saat menjadi saksi dalam sidang terdakwa Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (21/11/2022).
Berselang 3 pekan setelah skenario Ferdy Sambo terbongkar, Ridwan menjadi salah satu perwira yang turut dimutasi ke divisi Yanma (Pelayanan Markas) Mabes Polri.
Karena terbukti melanggar etik, Ridwan dijatuhi sanksi oleh komisi kode etik Polri berupa hukuman demosi selama 8 tahun. Putusan itu disampaikan dalam sidang pada 29 September 2022 lalu.
Berikut ini sejumlah kekecewaan yang disampaikan Ridwan akibat terseret dalam pusaran kasus Ferdy Sambo dkk.
1. Karier terhambat karena skenario Ferdy Sambo
Dalam persidangan, Ketua Majelis Hakim Wahyu bertanya tentang pendidikan yang dijalani Ridwan.
Ridwan mengatakan dia adalah lulusan Akademi Kepolisian tingkat taruna pada 2004 silam.
Setelah itu, Ridwan juga menyatakan dia sudah mengikuti Sekolah Staf dan Pimpinan (Sespim) Polri untuk naik jabatan.
Setelah itu, Hakim Wahyu bertanya tentang jabatan Ridwan saat ini setelah dimutasi dan demosi akibat dianggap tidak profesional.
"Sekarang saudara di Yanma (Pelayanan Markas)?" tanya Hakim Wahyu.
"Betul Yang Mulia," ujar Ridwan.
"Artinya tertunda?" tanya Hakim Wahyu.
"Tertunda Yang Mulia," ujar Ridwan.
"Karena dianggap saudara tidak profesional?" tanya Hakim Wahyu.
"Siap Yang Mulia," jawab Ridwan.
"Itu kan cerita lalu," kata Hakim Wahyu.
"Betul Yang Mulia," ucap Ridwan.
"Sekarang saudara merasa rugi enggak?" tanya Hakim Wahyu.
"Rugi Yang Mulia," ujar Ridwan.
"Ceritakan semua yang saudara ketahui, ndak usah kau tutup-tutupi," kata Hakim Wahyu.
"Betul," kata Ridwan.
Ketua Majelis Hakim Wahyu sempat mempertanyakan sikap Ridwan yang seolah tidak fokus saat memberikan kesaksian.
"Kenapa tadi tengak-tengok ke belakang macam kaya...masih ada beban. Beban apalagi?" tanya Hakim Wahyu.
"Tidak ada Yang Mulia," ujar Ridwan.
"Kan saudara sudah mengatakan saudara merasa rugi kan?" tanya Hakim Wahyu.
"Rugi Yang Mulia," ujar Ridwan.
"Karena saudara dianggap yang mengetahui TKP pertama?" tanya Hakim Wahyu.
"Betul," jawab Ridwan.
"Ceritakan apa yang saudara alami. Jangan hanya persidangan ini, persidangan berikutnya saudara ceritakan," kata Hakim Wahyu.
"Siap," ujar Ridwan.
Hal itu disampaikan Ridwan saat dia menjawab pertanyaan dari kuasa hukum Kuat Ma'ruf.
Menurut Ridwan, saat diberitahu oleh sang sopir, Audi, yang mendengar suara letusan senjata, dia kemudian mendatangi rumah dinas Sambo.
Saat itu Ridwan mengaku melihat 3 ajudan Sambo yakni Iktara Prayogi Wikaton, Adzan Romer, Eliezer, dan Kuat Ma'ruf yang merupakan asisten rumah tangga. Keempat orang itu menurut Ridwan tengah berada di garasi rumah.
"(Mereka) Di garasi saja pak. Jadi mereka berdiri berempat gitu. Saya lewat Pak," kata Ridwan.
Ridwan mengatakan, pada saat itu dia sama sekali tidak mengetahui apa yang terjadi di rumah itu, sebelum masuk ke dalam dan menemukan Yosua sudah tertelungkup tak bernyawa.
"Jadi saya kan tidak tahu cerita, komposisi cerita ini kan saya enggak ngerti. Siapa melakukan apa dan lagi apa. Saya tidak kenal semua," kata Ridwan.
"Terlalu cepat untuk saya mengetahui peristiwa. Kecuali saya mengetahui peristiwa dan saya mulai dari awal, langkah-langkah saya sudah pasti," ucap Ridwan.
Menurut Ridwan, saat itu dia juga menjadi salah satu orang yang dikelabui oleh Sambo yang mengarang cerita soal baku tembak antara kedua ajudan serta dugaan pelecehan terhadap sang istri, Putri Candrawathi.
"Ini kan saya datang juga saya sebagai... Saya korban juga ya kan. Saya di prank juga saya bilang kan," ucap Ridwan.
Ridwan mengatakan, dia sengaja tidak menceritakan hal itu sejak awal karena menganggap bisa melanggar etika persidangan.
"Dari awal persidangan ini saya tidak menceritakan ini karena saya anggap ini etika persidangan, saya menceritakan bukan meyakinkan hakim, tapi saya sebagai saksi verbal lisan mewakili institusi saya menceritakan fakta," papar Ridwan.
"Artinya kalau saya ingin meyakinkan, saya tambah-tambah dikit, tambah dikit, pelan-pelan. Saya enggak mau. Pahit-pahit saya dapat dari keterangan hakim menyatakan apa, memberikan masukan, saya terima, ini pahit. Tapi kalau untuk meyakinkan hakim dengan kata-kata saya yang lebih indah saya enggak mau," ucap Ridwan.
https://nasional.kompas.com/read/2022/11/21/20532081/curhat-akbp-ridwan-soplanit-karena-masuk-pusaran-kasus-ferdy-sambo